Parapuan.co - Keseruan datang dari dua pendaki asal Indonesia yang akhirnya bisa mencapai puncak Mount Denali, atau puncak tertinggi di Amerika Utara.
Adalah Putri Handayani dan Fandhi Achmad atau yang disapa Agi, dua pendaki yang berhasil mencapai puncak Denali pada 9 Juni 2022 pukul 24.00 waktu Alaska.
Pendakian yang dijalani Putri dan Agi ini dilakukan selama 14 hari hingga akhirnya bisa menyelesaikan misinya.
Perjalanan dimulai dari basecamp Kahiltna di ketinggian 2.200 mdpl pada 28 Mei 2021.
Untuk mencapai basecamp di gletser Kahiltna, pendaki harus menumpang pesawat jenis Otter yang merupakan satu-satunya moda transportasi ke sana.
Pendaki juga tidak ditemani porter, oleh sebab itu seluruh peralatan harus dibawa sendiri dengan menarik sled berisi seluruh perlengkapan dan membopong sisanya di backpack.
Denali sendiri dikenal memiliki karakter salju tebal bahkan di saat musim panas seperti saat ini.
Hujan salju bisa terjadi sewaktu-waktu hingga membuat tenda pendaki tertimbun sampai ke atap.
Jika sudah begini ditambah jarak pandang yang terbatas jadwal pendakian bisa berubah dan tertunda beberapa hari.
Baca Juga: Bareng Fandhi Achmad, Putri Handayani Siap Kibarkan Merah Putih di Puncak Gunung Denali
Cuaca yang seringkali tidak bersahabat itu masih ditambah pula oleh suhu udara yang amat dingin.
Bahkan terkarang termometer menunjuk angka minus 20 derajat Celcius atau bahkan kurang dari itu.
Karenanya, pendakian gunung seperti Denali amat membutuhkan informasi cuaca yang akurat setiap hari.
Maka dapat dimaklumi jika jadwal pendakian terhitung cukup panjang. Hampir setiap mencapai camp diperlukan waktu istirahat dan beradaptasi selama setidaknya satu hari.
Pendakian tim Jelajah Putri melalui jalur West Buttress dikenal memiliki lima.
Awal pendakian dimulai dari basecamp (ketinggian 2.200 mdpl). Selanjutnya masing-masing yaitu camp 1 berada di ketinggian 2.400 mdpl, camp 2 (2.900 mdpl), camp 3 (3.400 mdpl), lalu camp 4 (4.150 mdpl).
Pendakian duet Putri dan Agi sampai di camp 5 atau umumnya disebut high camp di ketinggian 5.200 mdpl pada hari ke 11 (7 Juni 2022).
“Menuju camp 5 menghabiskan waktu 10 jam. Besok kami akan beristirahat,” ujar Putri sesampainya di titik yang biasa disebut high camp itu.
Setelah cukup istirahat, keesokan harinya kedua pendaki yang pernah belajar ice and snow climbing di Mount Cook (Selandia Baru) ini mulai melakukan summit push.
Baca Juga: Tak Cuma Gunung dan Bukit, Ini 4 Hidden Gem Telaga di Kawasan Dieng yang Wajib Dikunjungi
Pendakian menuju puncak dikenal paling berat dan kerap makan korban. Salah satunya Matthias Rimml, pendaki Austria yang terjatuh dan tewas pada awal Mei silam.
Selain itu, pada musim pendakian tahun ini banyak pendaki gagal melakukan summit akibat diterpa oleh angin kencang yang mengakibatkan suhu drop sangat drastis di bawah 0 derajat Celcius.
Hari Kamis (9 Juni 2022) pagi waktu Alaska cuaca cukup bagus, walaupun hujan salju masih terus menemani.
Putri dan Agi berjalan perlahan melewati Denali Pass yang terkenal berbahaya.
Di jalur ini tenaga pedaki amat terkuras dan jurang yang dalam mengintai di kedua sisi hingga akhirnya mereka melajutkan pendakian hingga di sisi Archdeacons Tower.
Dari sini, lamat-lamat puncak tertinggi di benua Amerika itu terlihat.
Putri dan Agi terikat satu sama lain menggunakan teknik running belay untuk melanjutkan pendakian.
Pendakian ke puncak melalui punggungan bersalju itu merupakan babak terakhir dengan jalur yang cukup panjang.
Perlahan namun pasti menjejak salju dengan sudut elevasi yang lumayan hingga akhirnya tidak ada lagi elevasi.
Baca Juga: Yuk Kunjungi! Ini 3 Hidden Gem di Dekat Gunung Sepikul Sukoharjo
Begitu sampai di puncak, rasa lelah, dingin, nafas yang terengah-engah seakan hilang terbayar oleh pencapaian tertinggi tersebut.
Setelah mengabadikan momentum tersebut, keduanya segera kembali ke Camp 5 karena risiko fatal yang bisa dihadapi jika terlalu lama di sana.
Putri Handayani sbebelumnya telah melakukan pendakian gunung Kilimanjaro, Tanzania, Afrika berketinggian 5.895 mdpl pada 2016.
Masih di tahun 2016 lanjut ke Tanah Air dengan menaklukkan gunung Cartenz Pyramid, Papua (4.884 mdpl).
Pada Juli 2017 giliran Mt. Elbrus di Rusia dengan ketinggian 5.642 mdpl oleh peraih gelar sarjana Teknik Sipil Universitas Indonesia dan MBA dari Universitas Pittsburgh, Pennsylvania Amerika ini.
Selanjutnya Februari 2018, Putri menaklukkan gunung Aconcagua di Argentina yang memiliki ketinggian 6.962 mdpl.
Misi berikutnya ada Vinson Massif (4.892 mdpl) sekalian penjelajahan kutub selatan, lalu Mt. Everest (8.848 mdpl) serta kutub utara guna meraih “gelar” the Explorer’s Grand Slam, gelar pertama yang bakal dipersembahkan bagi Indonesia.
Sementara Fandhi Achmad yang juga lulusan Universias Indonesia adalah pendaki, pemandu gunung, pemanjat tebing, dan pelari gunung Indonesia.
Pemandu petualangan profesional ini serba bisa. Dalam kurun waktu 17 tahun terakhir, ia mencapai puncak Cartensz Pyramid di Papua lebih dari 20 kali.
Pendakian Denali Putri Handayani dan Fandhi Achmad selain mengharumkan nama Indonesia di dunia pendakian, juga ingin membuktikan bahwa perempuan Indonesia bisa mencapai puncak dunia, dalam pekerjaan dan pendakian, baik dengan bantuan pihak lain maupun atas usaha sendiri.
Baca Juga: Mencegah Hipotermia, Ini 3 Peralatan Naik Gunung yang Wajib Dibawa
(*)