"Pada awal pandemi usaha sablon kami sempat terganggu, para penyandang disabilitas inilah yang menguatkan kami untuk terus berinovasi," kata Siti menambahkan.
Karyawan pertama Inbis Permata Bunda adalah Rizky Erfanda, laki-laki berusia 26 tahun yang merupakan penyandang tuli dan merupakan tulang punggung keluarga.
Rizky fokus mengurus bisnis sablon dalam naungan Inbis Permata Bunda yang berhasil membawanya mengantongi uang hingga Rp5-6 juta rupiah perbulannya.
Beragam keterampilan Rizky kuasai, diantaranya adalah menyablon baju, memasang wallpaper, hingga membuat kue kering.
Inbis Permata Bunda merupakan salah satu Sustainable Entrepreneurship Program for Disability dari PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) yang telah dibina sejak 2016 hingga tahun 2021.
Saat ini Inbis Permata Bunda memasuki fase exit strategy karena dinilai mampu untuk mandiri.
Isu pekerjaan bagi penyandang disabilitas memang menjadi perhatian, baik oleh pemerintah dan perusahaan anak BUMN seperti PKT, yang memang memiliki peran sebagai agen pembangunan.
"Kami melihat para penyandang disabilitas memiliki potensi untuk berdaya dan bekerja secara profesional," tutur Sekretaris Korporasi PKT, Teguh Ismartono.
Namun, menurutnya hal itu perlu didukung oleh lingkungan yang produktif dan menitikberatkan pada kohesivitas atau persaudaraan yang baik antara masyarakat dan para penyandang disabilitas.
Baca Juga: 6 Alasan Perusahaan Harus Pekerjakan Difabel, Ini Keuntungannya!
(*)