Kurangnya stimulasi pada aspek perkembangan sosial emosional pada anak dapat memicu rasa tidak nyaman bertemu orang baru.
"Karena keterlambatan perkembangan sosial emosional, anak menjadi takut bertemu orang baru atau anggota keluarga yang lama tidak ditemui," imbuhnya.
3. Penurunan aktivitas fisik
Selama pandemi, anak-anak lebih sering bermain di dalam rumah dan bermain gawai alih-alih beraktivitas di luar rumah,
"Penurunan aktivitas fisik yang diiringi dengan peningkatan screen time akan mengurangi kesempatan anak bermain di luar ruangan," tutur Nadya.
4. Perilaku dan suasana hati yang buruk
Adanya keterlambatan sosial dan emosional membuat suasana hati 'anak-anak generasi pandemi' mudah berubah-ubah.
"Secara emosi, anak-anak pandemi lebih mudah rewel dan badmood. Mereka sulit mengelola emosinya dan sulit balik ke happy mood," lanjutnya.
5. Hiperaktif dan kurang fokus
Terakhir, tantangan pengasuhan anak pada mas transisi adalah fisik yang hiperaktif dan sulit berkonsentrasi.
"Anak-anak pandemi lebih hiperaktif, tapi tidak ada tujuannya. Mereka juga sulit fokus, yang biasanya empat sampai tujuh menit, mereka cuma dua menit," kata Nadya.
Ada beragam kiat yang dapat dilakukan orang tua dalam memulai kebiasaan baru memasuki pasca pandemi, salah satunya menerapkan rutinitas yang teratur.
Dengan begitu, anak akan lebih memahami batasan dalam berperilaku, mampu mengendalikan diri, memiliki sikap disiplin, dan mandiri ya, Kawan Puan. (*)
Baca Juga: Wajib Tahu, Ini 6 Tahap Perkembangan Sosial Anak Berdasarkan Usia