"Aku mikir 'Ah biasalah ini orang tua bercerai doang', aku merasa aku baik-baik saja. Sebenernya dalam hati aku kecewa banget," cerita Yova.
Selain perceraian, pengalaman menjadi korban perundungan atau bullying juga menjadi pemicu gangguan kesehatan mental Yova.
"Aku pernah di-bully juga. Aku bilang 'Ah bisa lah aku laluin,' padahal dalam hati aku marah, aku kecewa sama teman-teman yang bully aku," cerita Yova.
Bak balon yang terus ditiup, emosi Yova pun meledak dan ia tak sanggup untuk menghadapi semua perasaan yang bersarang di dirinya.
Pikiran Yova mulai gusar hingga berakhir pada overthinking yang menyebabkan insomnia dan halusinasi.
Tidak Menceritakan Masalah
Menurut cerita Yova, ia memilih untuk tidak menceritakan masalahnya kepada siapapun, bahkan orang terdekatnya.
"Aku nggak cerita ke siapa-siapa, benar-benar semuanya aku pendam sendiri. Emosi yang aku rasakan juga nggak aku salurkan, misalnya kayak nangis," cerita Yova.
"Aku nggak nangis, aku tahan, marah juga aku pendam. Orang tua aku baru tau aku di-bully saat aku diundang podcast sama artis-artis," imbuhnya.
Yova mengakui ia cenderung menyepelekan masalah dalam hidupnya, ia menanggap masalahnya cukup enteng dan malu untuk berbagi cerita.
Setelah sembuh dan keluar dari RSJ, alih-alih merasa malu, kini Yova justru berbagi pengalamannya agar kita semua dapat belajar soal pentingnya menjaga mental.
Berkaca dari pengalaman Yova, mendengarkan dan memahami emosi diri sendiri sangatlah penting untuk tetap menjaga mental kita tetap sehat.
Selain itu, menceritakan masalah yang sedang dialami dan didengarkan oleh orang terdekat atau tenaga profesional juga merupakan salah satu langkah merawat kesehatan mental kita.
Baca Juga: Gangguan Depresi atau Bipolar? Ketahui Perbedaan Masalah Kesehatan Mental
(*)