Parapuan.co - Kasus kekerasan seksual dan pemerkosaan saat ini masih banyak terjadi dan rentan dialami siapa saja khususnya perempuan.
Bahkan tidak sedikit korban kasus pemerkosaan mengalami kehamilan yang tak diinginkan atau dikenal dengan istilah KTD.
Karena kurangnya akses informasi, banyak para korban pemerkosaan tidak mengetahui jika mereka memiliki hak aborsi aman.
Namun sayang, hak aborsi aman saat ini belum mendapatkan perhatian penuh baik dari masyarakat maupun layanan kesehatan.
Dalam rangka Diskusi Publik Pemberitaan Media Tentang Kekerasan Seksual yang diadakan pada Rabu (10/8/2022), perwakilan dari tim peneliti Konde.co juga memaparkan hal serupa.
"Aborsi aman adalah bagian dari hak korban kekerasaan dan pemerkosaan," ucap Lestari Nuhajati.
Lestari juga menambahkan bahwa korban yang mengalami kehamilan akibat pemerkosaan perlu dirujuk ke layanan publik.
Meskipun hak aborsi aman sudah berpayung hukum, namun masih banyak layanan kesehatan yang belum menyediakan aborsi aman ini.
"Ini salah satu layanan publik yang harus didorong, aturannya sudah jelas namun belum banyak yang mewujudkan peraturan ini," imbuhnya dalam acara yang diisi oleh Yayasan IPAS, LBH Apik, dan Tempo ini.
Baca Juga: Herry Wirawan Tersangka Kasus Pemerkosaan Santri di Bandung Resmi Dihukum Mati
Di sisi lain, Rahayu Purwaningsih selaku Direktur SpekHAM juga menambahkan fakta soal akses informasi.
"Tidak ada satupun yang mengetahui bahwa ada aborsi aman untuk mereka (korban pemerkosaan)," ungkap Rahayu.
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, pada dasarnya praktik aborsi menjadi hal yang dilarang.
Namun ada pengecualian khusus seperti indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak kehamilan dini dan kehamilan akibat pemerkosaan yang menyebabkan trauma bagi korbannya.
Lebih lanjut, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi juga mengatur usia kehamilan yang diperbolehkan aborsi.
Artinya, tindakan aborsi akibat pemerkosaan hanya bisa dilakukan ketika usia kehamilannya 40 hari sejak haid terakhir.
Meski sudah berpayung hukum, layanan bagi korban pemerkosaan terkait aborsi aman belum juga di dapatkan.
Oleh karena itu, Rahayu memaparkan berbagai dampak yang akan terjadi akibat KTD, seperti:
Baca Juga: Menengok Hukum Aborsi di Indonesia, Sudahkah Menyejahterakan Perempuan?
- Penyintas kekerasan berisiko menjadi pelaku kekerasan (membuang bayi,
membunuh bayi).
- Kriminalisasi terhadap korban dan korban kehilangan control atas tubuhnya.
- Terpaksa melanjutkan kehamilan dan menjadi orang tua tunggal.
- Kekerasan yang terus menerus karena dipaksa menikah dengan pelaku.
- Gangguan kesehatan mental atau kejiwaan, trauma berat, depresi, dan lain sebagainya.
- Risiko kematian karena akses aborsi tidak aman.
- Akses pendidikan yang terputus.
Rahayu juga memaparkan bahwa pihaknya sudah mendorong dan mengupayakan layanan kesehatan terkait aborsi aman ini.
Tak hanya itu, Rahayu juga mengharapkan advokasi secara terus menerus oleh Kemenkes dan Kemen PP atas implementasi kebijakan aborsi aman bagi perempuan korban perkosaan.
Mengingat kejadian kekerasan terhadap perempuan semakin marak, Kawan Puan bisa mencari bantuan ke lembaga terdekat atau mencari di sini. (*)
Baca Juga: Ini 3 Fakta Kasus Pasangan Simpan 7 Janin Bayi dalam Kotak Makan
(*)