Setuju Seminggu 4 Hari Kerja, Ini Gagasan Perdana Menteri Finlandia Sanna Marin

Firdhayanti - Jumat, 19 Agustus 2022
Perdana Menteri Finlandia Sanna Marin
Perdana Menteri Finlandia Sanna Marin Kompas.tv

Finlandia belum memperkenalkan hari kerja empat hari dan enam jam kerja, meskipun ada klaim yang tersebar luas secara online.

Disebutkan pula bahwa saat Sanna mengemukakan gagasan tersebut, ia adalah  Wakil Presiden partai dan belum menjabat sebagai Perdana Menteri.

Pada Januari 2020, pemerintah Finlandia membuat cuitan untuk mengonfirmasi gagasan tersebut. 

"Pemerintah Finlandia tidak menyebutkan program tentang 4 day week. Isu ini tidak dalam agenda pemerintah Finlandia. Perdana Menteri @marinsanna sempat membayangkan idenya dalam diskusi panel Agustus lalu saat dia menjabat Menteri Perhubungan, dan belum ada kegiatan baru-baru ini," ujar akun @FinGoverment. 

Hal serupa juga diungkapkan oleh  Miia Järvi, Kepala Komunikasi di Partai Sosial Demokrat Finlandia (SDP). 

“Gagasan pengurangan waktu kerja bukanlah hal baru dan telah dibahas dalam gerakan sosial demokrasi secara teratur,” kata Järvi.

“Baru-baru ini diangkat pada seminar peringatan 120 tahun Partai Sosial Demokrat pada tahun 2019 dan dikatakan visi untuk masa depan. Sanna Marin adalah Wakil Presiden partai dan Menteri Perhubungan dan Komunikasi saat itu,” tambahnya.

Järvi pun mengungkapkan bahwa saat ini waktu kerja di Finlandia rata-rata tetap 5 hari seminggu dan 38 jam seminggu

“Gagasan pengurangan waktu kerja sebagai cara untuk mengkompensasi peningkatan efisiensi dan profitabilitas didukung oleh SDP. Namun gagasan tersebut belum diperkenalkan secara resmi, misalnya pada Program Pemerintah,” kata Järvi kepada media tersebut. 

Baca Juga: Terlibat Investigasi Kasus Brigadir J, Ini Tugas dan Wewenang Komnas HAM

Itu tadi penjelasan mengenai gagasan 6 jam selama 4 hari kerja dalam sepekan yang dikemukakan oleh Sanna. (*)

Sumber: Reuters,aboutinsider.com
Penulis:
Editor: Aulia Firafiroh


REKOMENDASI HARI INI

Representasi Karakter Perempuan dalam Game, Inklusivitas atau Eksploitasi?