Parapuan.co - Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional atau yang disebut dengan RUU Sisdiknas menjadi perbincangan.
Dalam draf RUU Sisdiknas, pasal tentang tunjangan profesi guru telah dihilangkan.
Menurut Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengatakan, Pasal 105 huruf a-h RUU Sisdiknas yang memuat hak guru atau pendidik hanya memuat "hak penghasilan/pengupahan dan jaminan sosial".
Satriawan turut berujar, RUU Sisdiknas juga akan mencabut dan mengintegrasikan tiga UU terkait pendidikan, salah satunya UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Dalam Pasal 16 ayat (1) UU Guru dan Dosen, secara eksplisit diatur masalah tunjangan profesi guru.
"Melihat perbandingan yang sangat kontras mengenai tunjangan profesi guru antara RUU Sisdiknas dengan UU Guru dan Dosen, jelas tampak RUU Sisdiknas berpotensi kuat akan merugikan jutaan guru di Indonesia," ujar Satriwan, dikutip dari Kompas.com, (28/8/2022).
Terkait hal ini, pihak Kemendikbud Ristek melalui Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbud Ristek Anindito Aditomo mengatakan bahwa tunjangan yang didapatkan guru tidak hilang, baik ASN maupun non-ASN.
Anindito berujar, guru ASN akan mendapatkan peningkatan penghasilan jika belum mendapatkan tunjangan.
Sementara itu, guru swasta yang belum mendapat TPG guru, peningkatan penghasilan dilakukan melalui peningkatan bantuan operasional sekolah agar pihak yayasan dapat memberi gaji lebih tinggi.
Baca Juga: Viral di TikTok, Seragam Dinas Unik Seorang Guru yang Berhasil Curi Perhatian
Melalui RUU Sisdiknas, kata Anindito, guru yang belum mendapat sertifikasi akan tetap mendapatkan peningkatan penghasilan.
"Ini yang ingin kita koreksi. Seharusnya semua guru yang menjalankan tugas sebagai guru otomatis mendapat penghasilan layak, tanpa harus antre PPG dan menunggu sertifikasi terlebih dahulu," ujar dia.
Apa itu RUU Sisdiknas?
Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional atau yang disebut dengan RUU Sisdiknas adalah peraturan yang tengah diproses oleh pemerintah.
RUU Sisdiknas sendiri akan mengintegrasikan dari 3 undang-undang yang mengatur sistem pendidikan di Indonesia.
Sebelumnya, sistem pendidikan Indonesia diatur dalam tiga Undang-Undang, yakni sebagai berikut:
-UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas)
-UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen (UU Guru dan Dosen)
-UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti)
Baca Juga: Perhatikan, Ini Contoh Surat Lamaran Kerja untuk Melamar sebagai Guru
Kemendikbudristek menilai beberapa pengaturan terlalu mengunci sehingga menimbulkan permasalahan.
Selain itu, implementasinya dinilai tidak dapat mengikuti perkembangan zaman.
RUU Sisdiknas didesain untuk menggabungkan tiga UU sekaligus yaitu UU Sisdiknas, UU Pendidikan Tinggi, dan UU Guru dan Dosen serta 23 UU yang terintegrasi.
Dalam RUU Sisdiknas, terdapat berbagai usulan dalam pendidikan, seperti masa wajib belajar yang menjadi 13 tahun.
Hal ini berbeda dengan masa wajib belajar 9 tahun yang diterapkan sebelumnya pada UU Sisdiknas Pasal 34 tahun 2003.
Wajib belajar 13 tahun sendiri dimulai dari 10 tahun pendidikan dasar yang dimulai dari prasekolah dan kelas 1-9, dilanjutkan dengan 3 tahun pendidikan menengah.
Wajib belajar terdiri 10 tahun pada pendidikan dasar berlaku secara nasional mencakup kelas prasekolah (kelas 0) kelas 1-kelas 9.
Selain itu, dalam RUU Sisdiknas juga tercantum mengenai pendanaan pemerintah dan masyarakat.
"Sekolah negeri seringkali menghadapi masalah jika masyarakat ingin berkontribusi secara sukarela," terang Kemendikbud dalam paparan RUU Sisdiknas.
Baca Juga: Cerita Prilly Latuconsina Daftar Jadi Guru di Program MBKM, Apa Itu?
Pemerintah pun mengatur mengenai pendanaan penyelenggaraan wajib belajar bagi satuan pendidikan baik negeri dan swasta yang memenuhi persyaratan.
Di luar komponen wajib belajar, satuan pendidikan negeri tidak memungut biaya, namun masyarakat dapat berkontribusi secara sukarela, tanpa paksaan, dan tidak mengikat. (*)