Parapuan.co - Kawan Puan, saat ini sekolah sudah mulai menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar tatap muka.
Tatap muka akhirnya diberlakukan setelah hampir 2,5 tahun anak-anak Bersekolah Dari Rumah (BDR).
Kegiatan belajar mengajat sebelumnya dilakukan secara daring, karena adanya pandemi Covid-19.
Dengan dimulainya aktivitas sekolah, belakangan mulai marak kembali terdengar kasus-kasus perundungan di sekolah.
Perundungan terjadi, baik secara fisik, verbal, sosial maupun siber, yang akibatnya bisa sangat fatal, bukan saja terutama bagi korban perundungan tapi bisa juga bagi si perundung.
Yayasan Psikologi Unggulan Indonesia (YPUI), melalui seri webinar tentang perundungan, turut ambil bagian dalam usaha untuk mencegah terjadinya perundungan.
Lewat press rilis yang diterima PARAPUAN, di webinar pada Rabu (2/9/2022), psikolog Dra. Diennaryati Tjokrosuprihatono, M.Psi. menjabarkan tentang pentingnya pendidikan di rumah sebagai upaya mencegah perundungan.
Ia mengatakan bahwa penyebab perundungan adalah karena anak kurang mempunyai perilaku prososial.
Perilaku proporsial yaitu kurangnya kemampuan anak untuk memberikan manfaat dan membuat nyaman orang sekitarnya.
Baca Juga: Tak Hanya Korban, Menurut Psikolog Perundungan Juga Bisa Berdampak Buruk bagi Pelaku
Sebenarnya sikap semacam itu merupakan hasil pembelajaran yang selama ini diperoleh dari keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Jadi, tanggung jawab mendidik anak untuk tidak menjadi perundung bukan hanya pada orang tua atau keluarga saja, tapi juga pada sekolah dan masyarakat.
Tanggung jawab orang tua terutama pada pembentukan sikap, kebiasaan, dan karakter anak, yang sangat tergantung dari pola asuh.
Diennaryati pun mengemukakan bahwa ada 8 hal yang perlu diperhatikan orang tua dalam mendidik anak.
Ia menyebutnya sebagai 8K, yaitu kasih sayang, keteladanan, komunikasi dua arah, kenyamanan, kebersamaan, kesempatan, keunikan anak, dan keadilan.
Dengan melaksanakan 8K ini, maka akan dihasilkan anak dengan wellbeing yang baik.
Dari segi sekolah, tampaknya masih banyak sekolah yang lebih menekankan segi kognitif, lebih bersifat mengajar daripada mendidik untuk perkembangan perilaku prososial.
Sering kali penegakan disiplin dan pembiasaan perilaku baik, juga kurang konsisten dilakukan.
Di masyarakat, media, termasuk sosial media kerap mempertontonkan dan memberitakan secara berulang-ulang perilaku agresif, prank, perundungan, juga perilaku diskriminasi ras serta agama.
Baca Juga: Orang Tua Harus Tahu, Ini 3 Cara Mendampingi Anak Korban Bullying
Masih kurang banyak film-film yang bermuatan nilai moral, yang mengajarkan kehidupan sosial yang baik.
Selain itu, menurut Diennaryati, pelaksanaan aturan di masyarakat juga sering kali tidak konsisten.
Agar anak tidak terlibat perundungan, baik dirundung maupun merundung, wellbeing seorang anak harus diperhatikan.
Anak harus merasa bahagia, mempunyai tingkat stres yang rendah, sehat secara fisik dan mental, serta mempunyai kualitas hidup yang baik.
Contoh nyata yang bisa dilakukan adalah sebagaimana diungkap Anissa Samantha, M.Psi. selaku Head of School Counselor Department dari Sekolah Bina Nusantara (Binus).
Dalam kesempatan yang sama, Annissa menjelaskan bahwa iklim sekolah yang positif, aman, dan nyaman sangat penting.
Perilaku guru dan aparat sekolah dalam kehidupan sehari-hari harus merupakan teladan dan contoh pembelajaran bagi anak.
Kepekaan sosial-emosional harus diajarkan sejak tingkat sekolah yang paling dini, dan harus terintegrasi dalam mata pelajaran.
Bila keluarga, sekolah, dan masyarakat bekerja sama dengan sungguh-sungguh, maka kita harapkan perundungan dapat kita tekan seminimal mungkin.
Sehingga, anak-anak kita yang berbahagia dapat mengisi kemerdekaan dan membangun bangsa yang jaya.
Itulah beberapa cara mencegah perundungan anak menurut para pakar yang ahli di bidangnya.
Setelah ini, masih ada webinar bertema serupa yang juga digagas oleh YPUI. Webinar kedua dijadwalkan pada 7 Oktober 2022.
Baca Juga: Persiapan Sekolah Tatap Muka, Ini 5 Red Flag Anak Alami Perundungan di Sekolah
(*)