Parapuan.co - Hari Beramal Internasional diperingati setiap tanggal 5 September.
Hari Beramal Internasional ini diperingati untuk menyadarkan banyak orang akan kebaikan dari beramal dan berbagi.
Beramal secara sukarela dan menjadi dermawan diketahui baik untuk kesehatan mental.
Namun sebaliknya, menjadi pribadi yang pelit atau tidak suka berbagai disebut-sebut membuat seseorang lebih rentan stres. Benarkah begitu?
Hal ini diungkapkan dalam penelitian Queensland University of Technology (QUT) di Brisbane, Australia, seperti dikutip dari Science Daily.
Penelitian Queensland University of Technology (QUT), yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah Public Library of Science (PLOS) ONE, meneliti reaksi fisiologis peserta dalam permainan tawar-menawar keuangan.
Dalam penelitian ini menemukan bahwa mereka yang menerima penawaran yang relatif rendah lebih banyak mengalami stres.
Selain itu, mereka yang membuat penawaran rendah juga lebih rentan mengalami stres, jika dibandingkan dengan orang yang membuat penawaran lebih murah hati.
Peserta diminta untuk memainkan game tawar-menawar ultimatum, di mana pemain memutuskan bagaimana membagi sejumlah uang yang diberikan kepada mereka.
Baca Juga: Hari Beramal Internasional, Ini Manfaat Memberi bagi Kesehatan Mental
Pemain satu (pengusul) mengusulkan cara membagi uang dan pemain dua (penanggap) harus menerima atau menolak tawaran.
Jika pemain dua menolaknya, tidak ada pemain yang menerima uang.
Penulis Profesor Uwe Dulleck, dari QUT's Queensland Behavioral Economics Group (QuBE), mengatakan penelitian tersebut menganalisis reaksi emosional peserta dalam situasi ultimatum.
"Kami ingin memahami reaksi fisiologis orang dalam situasi ini sehingga responden dan pengusul memakai monitor detak jantung untuk melacak Variabilitas Denyut Jantung (HRV) - variasi dalam interval waktu antara detak jantung," kata Profesor Dulleck.
"Kami menemukan penawaran rendah, biasanya di bawah 40 persen dari total, peningkatan aktivitas HRV dan tingkat stres baik pada pengusul dan responden," tambahnya.
Dr Markus Schaffner, Manajer Laboratorium QuBE untuk Eksperimen Ekonomi di QUT, mengatakan "rasa bersalah" yang dirasakan oleh pengusul yang akan mengajukan penawaran rendah adalah salah satu penjelasan yang mungkin untuk peningkatan stres.
"Ini dapat dilihat sebagai bukti bahwa kita berempati dengan orang-orang dan menempatkan diri kita pada posisi mereka dalam situasi seperti ini," jelas Dr. Markus Schaffner.
“Hasilnya menunjukkan kami memiliki perasaan negatif ketika kami memperlakukan seseorang secara tidak adil, misalnya dengan menawarkan di bawah 40 persen dari total dalam permainan. Ada biaya emosional dan fisiologis dan kami merasa tidak nyaman," imbuhnya.
Menurutnya, penanggap juga merasa tertekan dengan tawaran rendah karena mereka telah menderita ketidakadilan.
Selain itu juga karena mereka memiliki kesempatan untuk menghukum pengusul dengan menolak tawaran dan meninggalkan mereka berdua tanpa uang.
"Preferensi kami adalah bersikap adil dan kemungkinan besar pengusul mengalami kesenangan saat membuat penawaran yang adil," terangnya.
Kelompok QuBE adalah salah satu yang pertama menggunakan HRV dalam eksperimen ekonomi untuk mengukur tekanan mental dalam pengambilan keputusan ekonomi, kata Profesor Dulleck.
"Pertanyaan yang tetap tanpa jawaban yang jelas adalah 'Apakah emosi mendikte perilaku atau apakah perilaku memicu respons emosional?'," ujarnya.
"Hasil kami tidak dapat memberikan jawaban pasti untuk pertanyaan ini, tetapi secara jelas menunjukkan hubungan antara keadaan emosional dan keputusan," pungkasnya.
Berdasarkan penelitian di atas, berarti seseorang yang pelit (memberikan penawaran lebih rendah) akan lebih rentan merasa stres karena rasa bersalah dan tekanan.
Riset menunjukkan bahwa tindakan amal dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan, termasuk juga kesehatan mental.
Sehingga, ada baiknya Kawan Puan untuk jadi lebih bermurah hati dan jangan menjadi orang pelit agar terhindari dari stres.
Baca Juga: Merasa Stres setelah Liburan? Mungkin Ini Sederet Penyebabnya
(*)