Ekonomi Dunia Bakal Mengalami Resesi di Tahun 2023? Ini Kata Sri Mulyani

Firdhayanti - Kamis, 29 September 2022
Sri Mulyani
Sri Mulyani kompas

Parapuan.co - Belum lama ini, berbagai negara tengah dihebohkan dengan resesi ekonomi. 

Persoalan resesi turut ditanggapi oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani yang menyebutkan seluruh dunia akan mengalami resesi pada tahun 2023 mendatang. 

Resesi akan menyebabkan perlemahan ekonomi atau inflasi, sehingga harus ada langkah kebijakan pengetatan monetor.

Kebijakan pengetatan tersebut berpengaruh terhadap krisis pasar keuangan dan kondisi ekonomi negara.

"Kalau bank sentral di seluruh dunia melakukan peningkatan suku bunga secara cukup ekstrem dan bersama-sama, maka dunia pasti mengalami resesi di tahun 2023," ujarnya dalam konferensi pers APBN KiTa, Senin (27/9/2022) seperti dalam Kompas.com.

Kenaikan suku bunga terlihat dari bank sentral Inggris yang menaikkan suku bunganya sebanyak 200 basis poin (bps) selama 2022.

Sementara itu, suku bunga bank sentral Eropa sudah naik menjadi 125 bps dan bank  Amerika Serikat (AS) yang sudah menaikkan 300 bps.

"(Suku bunga) AS sudah di 3,25 persen, sudah naik 300 bps, ini terutama karena rapat September mereka menaikkan lagi dengan 75 bps. Ini merespons inflasi AS yang 8,3 persen," kata Sri Mulyani.

Di negara berkembang,  bank sentral Brasil yang sudah menaikkan suku bunga sebesar 450 bps sepanjang 2022 dan bank sentral Mexico sudah menaikkan 300 bps.

Baca Juga: Ini Dia 5 Tips dalam Memilih Saham untuk Investasi Saat Resesi

Kemudian bank sentral India terpantau sudah menaikkan 140 bps sepanjang 2022.

Untuk di Indonesia sendiri, Bank Indonesia (BI) selaku bank sentral Tanah Air telah menaikkan suku bunga acuan 75 bps dan berada di level 4,25 persen.

Menurut Sri, kenaikan suku bunga oleh bank sentral secara ekstrem dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. 

Sebagaimana diungkap oleh Sri, pelemahan ekonomi mulai terlihat dari ekspansi purchasing managers index (PMI) manufaktur global yang terus melambat ke 50,3 di Agustus 2022 serta menjadi level terendah selama 26 bulan terakhir. 

Perlambatan ekonomi di bulan yang sama turut dialami sejumlah negara lain, sepert India, Amerika Serikat, Jepang, serta Malaysia. 

Sri mengungkap, masyarakat harus mengantisipasi kemungkinan yang akan terjadi. 

"Oleh karena itu, kita harus antisipasi terhadap kemungkinan kinerja perekonomian dunia yang akan mengalami perlemahan akibat inflasi tinggi dan kenaikan suku bunga," kata Sri Mulyani.

Presiden Bank Dunia David Malpass berujar, bank-bank sentral yang ada di seluruh dunia telah menaikkan suku bunga di tahun ini. 

Kenaikan ini diproyeksi masih akan terus berlanjut hingga tahun depan. 

Baca Juga: 5 Hal yang Bisa Kamu Lakukan saat Resesi Ekonomi Terjadi di Depan Mata

Dalam studi Bank Dunia, kenaikan suku bunga di bank-bank sentral tersebut berpengaruh pada tingkat inflasi global yang mencapai sekitar 5 persen di tahun 2023.

Jumlah ini naik hampir dua kali lipat dari rata-rata 5 tahun sebelum pandemi. 

Agar inflasi global bisa terpangkas dan sesuai target, bank sentral mungkin perlu menaikkan suku bunga dengan tambahan 2 persen.

Jika ini disertai dengan tekanan pasar keuangan, pertumbuhan PDB global akan melambat menjadi 0,5 persen pada 2023, terkontraksi 0,4 persen per kapita sehingga terjadi resesi global. 

"Pertumbuhan global melambat tajam, dengan kemungkinan perlambatan lebih lanjut karena lebih banyak negara jatuh ke dalam resesi,” jelas Malpass dalam keterangan tertulis, Jumat (16/9/2022).

Malpass khawatir jika tren ini bertahan dan menemui konsekuensi jangka panjang yang menghancurkan orang-orang di pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang.

Jika suatu saat nanti terjadi, apakah Kawan Puan siap untuk menghadapi resesi 2023?

(*) 

Sumber: Kompas.com
Penulis:
Editor: Aulia Firafiroh


REKOMENDASI HARI INI

6 Bahan Alami untuk Membantu Mengatasi Masalah Biang Keringat