Parapuan.co - Mengacu pada kurs tengah Bank Indonesia (BI) atau Jisdor, nilai tukar rupiah terhadap dolar cenderung melemah.
Bahkan per Rabu (28/9/2022), nilai tukar mata uang rupiah telah mencapai Rp15.200 per dolar Amerika Serikat (AS).
Data dari Bloomberg menunjukkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dibuka pada level Rp15.165 per dolar, yang mana ini melemah dibanding posisi penutupan sebelumnya sebesar Rp12.124 per dolar AS.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengatakan bahwa penguatan dolar AS telah memukul nilai tukar mata uang di dunia, tak terkecuali Indonesia.
“Indeks dolar mengalami penguatan hingga 110. Kalau dolar menguat berarti lawan mata uang lainnya, terutama emerging market, mengalami depresiasi. Semakin kuat dolar berarti lawannya semakin melemah,” kata Sri Mulyani, dikutip dari Kompas.com, Kamis (29/9/2022).
Apa Penyebab Rupiah Melemah?
Menurut Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, terdapat sejumlah penyebab mengapa nilai tukar rupiah melemah.
Pertama adalah karena adanya agresivitas dari kebijakan moneter di negara maju menaikkan tingkat suku bunga, sehingga negara berkembang pun harus mengeluarkan aliran modal.
Ia kemudian menjelaskan bahwa kondisi ini tak hanya terjadi di Indonesia, namun juga di negara lainnya.
Baca Juga: BI Keluarkan Uang Baru 2022, Begini Sejarah Uang di Indonesia
Alasan lain mengapa rupiah melemah adalah karena adanya penguatan dolar AS dari dolar index.
“Jadi dolar index merupakan perbandingan antara mata uang dolar Amerika dengan lainnya. Jadi kalau dolar index menguat berarti dolar sedang perkasa dibandingkan mata uang lain termasuk rupiah,” ungkapnya kepada Kompas.com.
Penyebab lainnya mengapa rupiah melemah adalah faktor dari tingginya inflasi di negara berkembang yang menyebabkan kekhawatiran terjadinya tekanan sektor keuangan.
Adapun ancaman resesi ekonomi secara global yang juga memengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar.
“Faktor yang keempat adalah dari ancaman resesi ekonomi secara global sehingga investor cenderung mengamankan atau mencari aset yang lebih aman,” tambahnya lagi.
Dampak dari Melemahnya Rupiah
Bhima kemudian turut menjelaskan dampak melemahnya rupiah, antara lain bagi eksportir dengan pelemahan nilai tukar rupiah akan mendapatkan keuntungan cukup tinggi.
“Seperti tahun 1998 saat rupiah melemah cukup dalam terhadap dolar, eksportir komoditas kopi saat itu mendapat devisa yang sangat besar. Jadi eksportir diuntungkan,” jelas Bhima.
Di sisi lain, melemahnya rupiah juga berdampak negatif, seperti meningkatnya harga barang-barang impor yang merupakan kebutuhan sehari-hari.
Baca Juga: Nilai Mata Uang Rp1000 Menjadi Rp1, Apa itu Redenominasi Rupiah?
Misalnya saja kenaikan harga gula, garam, daging sapi, gandum, kedelai, dan kebutuhan pangan lainnya.
Bhima menjelaskan, hal ini kemudian menciptakan tekanan inflasi dalam negeri yang lebih tinggi.
Pelemahan rupiah yang makin mendalam juga akan membuat Bank Indonesia meningkatkan suku bunga.
“Suku bunga yang naik cukup tinggi akan menyebabkan pelemahan pertumbuhan kredit perbankan,” ujarnya.
Lebih dari itu, masyarakat pun akan mengurangi belanja akibat kenaikan suku bunga pinjaman, seperti belanja untuk KPR, properti, membeli kendaraan, dan lainnya.
Dampaknya juga akan terasa pada biaya bahan baku pada industri pengolahan yang diperoleh dari impor.
“Itu (bahan baku industri pengolahan) akan mengalami kenaikan signifikan kalau rupiah melemah,” katanya.
Demikian penyebab hingga dampak dari melemahnya rupiah yang tengah terjadinya belakangan ini. (*)
Baca Juga: Uang Baru 2022 Resmi Diluncurkan, Begini Cara Mengecek Keasliannya