Parapuan.co - Tragedi Kanjuruhan masih jadi topik hangat di media massa Tanah Air.
Pasalnya, tragedi Kanjuruhan menyisakan duka yang begitu mendalam bagi dunia sepak bola Indonesia.
Ratusan orang yang menonton pertandingan bola antara Arema FC vs Persebaya Surabaya harus kehilangan nyawanya dalam tragedi Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022).
Malam itu ribuan orang kalang kabut berusaha menyelamatkan diri dari kerusuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang.
Tak sedikit di antaranya adalah perempuan, orang tua, bahkan anak-anak yang mulanya ingin menikmati sepak bola sebagai hiburan.
Tapi siapa sangka, usai pertandingan kerusuhan justru terjadi hingga polisi pun akhirnya menembakkan gas air mata ke lapangan dan tribun penonton.
Dari tragedi ini, tercatat 131 orang meninggal dunia dan sisanya masih harus menjalani perawatan di rumah sakit.
Kengerian yang terjadi di stadion turut diungkapkan Dadang Indarto, ASN Pemkot Batu yang kala itu juga menonton pertandingan.
Dadang sambil menahan tangis menceritakan bahwa dirinya sempat ingin keluar sebelum kerusuhan terjadi di tribun pintu 13.
Baca Juga: Tragedi Stadion Kanjuruhan, ARMY Indonesia Galang Dana untuk Korban
Namun, saat hendak turun, ternyata sudah banyak orang mengantri di pintu 13 tersebut.
"Pada menit 90 tambahan 3 menit, saya mencoba keluar dari pintu gate 13, di tangga itu, sudah penuh. Sehingga saya memutuskan balik, saya bersama dengan teman saya Aremania Lampung, jauh jauh dari Lampung, dia ke sini hanya untuk menonton Arema. Tapi apa yang terjadi yang ditonton adalah film horor," ujar Dadang sapaannya melansir Tribunnews.
Tak lama peluit panjang terdengar sebagai tanda pertandingan berakhir.
Setelah itu Dadang melihat satu persatu suporter memasuki lapangan. Namun bukan untuk bertindak anarkis, Dadang melihat banyak suporter justru memberikan pelukan pada pemain lawan dan ada yang meminta foto.
Sayangnya, tak lama setelah itu situasi makin tak terkendali, dan kerusuhan pun terjadi.
Kengerian langsung terjadi di area Tribun 13 saat gas air mata tiba-tiba ditembakkan ke arah penonton.
Sesak, pedih, dan panik menjadi satu dan membuat para penonton berhamburan mencari jalan keluar.
Dadang dan temannya kemudian mencoba menyelamatkan diri dengan memanfaatkan jaket yang ia pakai.
Ia dan temannya langsung mencari jalan keluar lain di tangga Tribun 14 bersebelahan dengan Tribun VIP.
Baca Juga: Cerita Ibu dari Anak Korban Kanjuruhan, Hanya Bisa Menangis di Tengah Kedukaan
Dadang pikir setelah bisa keluar dari stadion dirinya bisa merasakan kelegaan. Tapi siapa sangka, dirinya justru disuguhkan pemandangan yang memilukan.
"Setelah tembakan ke-3, dan asap agak tipis, asap agak reda, saya mencari pintu di sebelah VIP, di tribun 14, begitu saya keluar, ya Allah, teman-teman saya sudah bergeletakkan. Saya menemukan satu korban, kebetulan itu teman saya, biasa guyonan ngopi mangan bakso, sudah tidak bergerak, meninggal dunia," ungkapnya sambil menangis.
Ia kemudian berusaha menolong korban-korban lain di sekitarnya.
Bahkan ia juga menyaksikan banyak korban yang sekarat hingga akhirnya tak tertolong lagi.
"Saya lari lagi ke arah tribun untuk membantu teman teman, yang masih berdesak-desakan, padahal saat itu saya sudah bisa keluar, dan sudah lama itu," jelasnya.
"Hanya satu pintu, mereka berdempetan keluar, ada yang berdarah anak bojo, saya gendong dengan teman saya dari Lampung, sampai sakaratul maut atau meninggal di depan saya. Akhirnya saya letakkan jenazah itu, dan saya ke jenazah teman saya dona itu, lalu mencari bantuan polisi. Dan di situ polisi ada yang membantu," tambahnya.
Dadang awalnya mengira korban hanya berjumlah 4 orang, tapi dirinya salah. Saat mencoba berkeliling tribun, dirinya mendapati ada banyak korban meninggal berjejeran.
"Kemudian saya minta tolong mengangkat Jenazah ke ruang VIP. Setelah tiba di VIP saya pikir jenazah hanya 4 (korban), ternyata di situ sudah ada 3, (yakni) 1 polisi, 2 jenazah perempuan, saya pikir hanya 7, lalu saya keliling di daerah tribun itu, innalillahi wainnailaihi raji'un, di musala VIP jenazah kayak pindang," imbuhnya sambil terbata-bata.
Kengerian yang diceritakan Dadang itu pun menggambarkan bagaimana mencekamnya malam itu.
Dirinya pun mempertanyakan banyak hal, terkait penggunaan gas air mata yang dirasa berlebihan hingga mengapa pintu stadion ada yang ditutup.
"Yang saya sayangkan, stadion Kanjuruhan, tidak berbenah setelah peristiwa Persib dulu yang hanya 1 korban meninggal dunia, itu pun di RS, warga Kepuh. Kenapa tidak. Membuat jalur evakuasi. Kedua, kenapa pintu itu ditutup," imbuhnya.
Baca Juga: Update Jumlah Anak Korban Kanjuruhan Menurut Data Resmi KemenPPPA
(*)