Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.
Rasa tak nyaman itu hadir dalam salah satu wujudnya berupa gejala FOMO, fear of missing out, rasa khawatir terhadap ketinggalan informasi yang beredar.
Terhadap FOMO, tindakan lazim untuk mengusir rasa tak nyaman, dilakukan dengan mengakses media digital. Sayangnya, ini justru jadi umpan untuk kebutuhan konsumsi informasi yang lebih banyak.
Informasi yang lebih banyak, selanjutnya makin mendorong FOMO yang lebih mendesak. Sebuah lingkaran setan tanpa ujung.
Interaksi munculnya rasa nyaman oleh informasi, yang disusul kebutuhan informasi lebih lanjut, menciptakan akumulasi dilema.
Ini dapat digambarkan sebagai keadaan, jika dipenuhi bakal membutuhkan informasi lebih banyak. Namun jika tak dipenuhi menciptakan rasa tak nyaman lebih besar. Simalakama. Akumulasi ini menampilkan ciri yang bersesuaian dengan terjadinya kecanduan.
Baca Juga: Perlu Dipantau, Begini Cara Tetapkan Batasan Screen Time untuk Anak
Adiksi Itu Nyata
Pada laman Addiction Center yang diinisiasi oleh Addiction Center, sebuah lembaga yang didirikan oleh Recovery Worldwide, ~sebuah lembaga yang peduli pada pemulihan akibat berbagai jenis kecanduan~ disebutkan, kecanduan media sosial merupakan bentuk perilaku yang termanifestasi oleh rasa khawatir berlebihan yang dipicu oleh media sosial.
Rasa khawatir ini didorong oleh rangsangan-rangsangan tak terkendali, untuk selalu masuk dan menggunakan media sosial. Penggunanya mencurahkan waktu yang sangat banyak.
Keadaan tak terkendali ini, pada gilirannya merusak aspek kehidupan penting lainnya. Sebut saja seperti terabaikannya interaksi sosial tatap muka, terbengkalainya pencapaian target pekerjaan, hingga terlupakannya upaya meraih tujuan hidup jangka panjang.