Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.
Kekhawatiran itu menjadi ketakutan yang matang ketika beredar unggahan wajah pembunuh dari kasus berbeda, yang sedang memindahkan korbannya. Dia melakukannya seakan tanpa beban, senyum sumringah tampil di wajahnya. Smiling killer.
Unggahan-unggahan itu membersitkan seakan kematian dan pembunuhan telah jadi hal yang lazim belakangan ini. Teror tertanam: Kapan giliran berikutnya?
Kamu Menjadi Apa yang Kamu “Makan”
Isi media yang membentuk pikiran khalayaknya, diuraikan dengan runut untuk pertama kalinya oleh George Garbner. Ini mengemuka di tahun 1960-an, jauh sebelum media sosial jadi realitas masyarakat.
Uraiannya kemudian disusun sebagai teori, yang disebut sebagai Cultivation Theory, termuat di antaranya sebagai jurnal Garbner berjudul, “Science on Television: How It Affect Public Conceptions”.
Secara umum, teori yang dirintis Garbner ini menjelaskan bahwa orang yang mengonsumsi isi televisi dalam periode cukup panjang akan memiliki pandangan yang identik dengan isi televisi.
Televisi sebagai media, menanamkan pengaruhnya dan memberi dampak pada terbentuknya isi pikiran penonton.
Manakala televisi memuat informasi tentang banyaknya kasus gagal ginjal akut di sebuah kota, maka warga kota penonton televisi akan terpengaruh.
Mereka mengganggap bahwa sekitar tempat hidupnya terancam akibat banyaknya kasus gagal ginjal akut.
Baca Juga: Saat Perempuan Mempertaruhkan Kesehatan Mental di Zaman Digital