Parapuan.co - Kawan Puan, kita semua pasti menginginkan hubungan dengan uang yang baik bukan?
Pasalnya, ketika kita memiliki hubungan yang positif dengan uang, akan membuat kita hidup menjadi lebih berkah.
Salah satu cara yang bisa Kawan Puan lakukan adalah dengan menerapkan perencanaan keuangan berprinsip syariah.
Rista Zwestika CFP, Perencana Keuangan Dasar, Syariah, Bisnis, dan UMKM menyampaikan bahwa perencanaan keuangan dengan prinsip syariah tidak hanya berfokus pada masalah duniawi saja.
Perencanaan keuangan dengan prinsip ini juga memerhatikan tujuan setelah kehidupan duniawi yang lebih sejahtera dan damai.
Namun, tak hanya bisa dilakukan oleh mereka yang memeluk agama Islam, siapapun bisa menerapkan perencanaan keuangan dengan prinsip syariah, asalkan sumber keuangannya halal.
Kendati demikian, penting untuk dipahami bahwa perencanaan keuangan konvensional dan syariah memiliki beberapa perbedaan.
Misalnya saja dalam pengelolaan keuangan syariah terdapat yang namanya akad mudharabah, yaitu pembagian keuntungan berdasarkan bagi hasil menurut kesepakatan pemilik modal dan pengelola dana. Ada pula qardh, perjanjian pinjam-meminjam uang atau barang yang dilakukan tanpa ada orientasi keuntungan.
"(Dalam prinsip keuangan syariah) semuanya komplit. Dari hulu ke hilir semua sudah diamanin, sehingga pada saat kita memiliki pendapatan dan pengeluaran, Insya Allah sudah sesuai dengan apa yang kita mau," ucap Rista dalam acara Arisan Parapuan yang bekerja sama dengan Jago Syariah bertajuk Relationship with Money : Atur Keuangan Lebih Tenang dan Berkah (4/11/2022) via Zoom.
Baca Juga: 6 Langkah Mudah Mengubah Akun Bank Jago Konvensional ke Jago Syariah
Kunci Smart Budgeting dengan Prinsip Syariah
Rista juga memaparkan bahwa kunci menerapkan perencanaan keuangan syariah perlu memerhatikan dua hal, yakni pendapatan bulanan dan pendapatan tahunan. Bukan dari anggaran satu tahun lalu dibagi 12.
Dalam hal ini, perencanaan keuangan syariah berkaitan dengan pembuatan anggaran yang ada uangnya.
"Kenapa? Karena biasanya masyarakat kita pintar menganggarkan uang yang belum tentu keluar. Contohnya, Desember dapet bonus, uang cuti. Mau ini itu banyak sekali. Anggarannya sudah banyak, tapi enggak concern dengan pendapatan yang setiap bulan rutin didapetin. Yang setiap bulan asal-asalan, enggak di-budgeting," ujarnya.
Menurut Rista, mindset dan cara mengelola seperti ini bisa menjebak kita dalam gaya hidup yang 'serba merasa kekurangan' serta bisa berujung pada hidup yang tidak berkah.
Sehingga dalam menerapkan perencanaan keuangan syariah, Rista menyarankan kita harus mengetahui dari mana pendapatan berasal dan kemana saja pengeluarannya akan dianggarkan.
Mengenai pemasukan dalam keuangan syariah haruslah halal dan berkah, bukan pendapatan dari sumber yang dilarang.
Baca Juga: Tingkatkan Literasi Keuangan Syariah di Indonesia, Prudential Luncurkan Sharia Knowledge Center
Sementara itu, untuk budgeting-nya, arus pengeluaran harus dilakukan berdasarkan tuntunan agama tanpa adanya pemborosan.
Risti pun membaginya menjadi prioritas yang disebutnya WBI, singkatan dari wajib, butuh dan ingin.
Namun, Rista menggaris bawahi bahwa dalam membuat budgeting tersebut tidak bisa menggunakan rumus yang sama, karena tiap orang kondisinya berbeda-beda.
"Sumber pendapatan, tingkat tanggungan, tujuan keuangan hingga pemahaman tentang keuangan bagi tiap orang itu berbeda-beda. Jadi mengatur atau membuat budgeting itu disesuaikan dengan kondisi masing-masing," kata Rista mengingatkan untuk membuat pembagian anggaran sesuai dengan kenyamanan masing-masing.
Adapun pembagian prioritas pengeluaran yang dicontohkan Rista adalah sebagai berikut:
- Pos zakat 2,5% (jika sudah memenuhi nisabnya)
- Pos iswaf 7,5%
- Pos cicilan hutang maksimum 35% (terdiri atas: maksimum 15% hutang konsumtif dan minimum 20% hutang produktif).
Baca Juga: Rencana Beli Rumah? Ini 4 Hal Penting yang Harus Diperhatikan saat Memilih KPR di Bank
- Pos premi asuransi minimum 10%
- Pos tabungan masa depan minimum 10%
- Pos belanja kebutuhan dan gaya hidup maksimum 35%.
Cara Memilih Produk Perbankan Syariah Terpercaya
Dalam melakukan perencanaan keuangan berbasis syariah, tentu kita juga harus memilih produk perbankan yang sejalan. Namun, sayangnya, tak semua produk perbankan legal dan terpercaya.
Berikut ini beberapa cara yang bisa dilakukan agar terhindar dari produk syariah abal-abal.
Salah satu langkah awal sebelum memilih produk keuangan syariah adalah yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) legalitasnya.
"Kalau kita memilih produk perbankan atau investasi yangg berbasis syariah atau tradisional sudah pasti memiliki ijin yang terdaftar di OJK, bukan yang abal-abal," jelas Rista.
Selain itu, bagi Kawan Puan yang ingin melakukan investasi syariah harus memperhatikan kelogisan yang ditawarkan produk tersebut.
"Logis harus masuk akal, misalnya investasi 10 juta dapet return-nya 100 juta, enggak mungkin," ucapnya.
Mengenai hal ini, Head of Sharia Digital Product Bank Jago, Nur Fajriah Rachmah mengatakan bahwa Jago Syariah diawasi oleh OJK Syariah.
Karena itu, tak hanya sisi kelegalannya, tetapi juga dari kepatuhannya terhadap syariah Islam.
Baca Juga: KPR Syariah Vs Konvensional, Apa Saja Perbedaan Antara Keduanya?
"Jadi ini memastikan bahwa apapun yang dilakukan Jago Syariah ini sejalan dengan fatwa-fatwa yang dikeluarkan sama DSN MUI," kata Nur.
Jago Syariah sendiri merupakan produk bank berbasis syariah dan digital, dengan fitur selengkap bank konvensional lainnya.
"Bisa dikatakan kita (Jago Syariah) digital syariah pertama di Indonesia, yang benar-benar full digital. Kalo misalkan buka rekening enggak perlu datang ke bank, mau pesan kartu enggak perlu ke bank. Semuanya bisa dilakukan melalui aplikasi," katanya.
(*)