Kemudian juga saran dan rekomendasi dari Komnas Perempuan terkait perluasan makna perkosaan.
Komnas Perempuan juga senang ada pasal jembatan di dalamnya yang menghubungkan UUTPKS dengan KUHP.
Bukan cuma itu, Komnas Perempuan pun mengapresiasi pasal terkait aborsi atau pengguguran kandungan yang bukan cuman oleh korban perkosaan tapi juga korban kekerasan seksual yang mengakibatkan kehamilan tidak diinginkan.
Siti Aminah juga menyebut perihal batas waktu pengguguran kandungan yang jadi 14 minggu, dimana awalnya hanya dibatasi hingga maksimal 40 hari saja.
"Kemudian juga masalah pengguguran kandungan itu juga batas waktu (ditambah) dan itu tidak hanya untuk korban perkosaan tetapi untuk tindak pidana kekerasan lain yang mengakibatkan kehamilan juga," ucap Siti Amina.
Meski begitu, menurut Siti Aminah masih ada beberapa saran dan rekomendasi dari Komnas Perempuan yang belum masuk ke pasal di RKUHP ini.
Contohnya adalah pasal tindak perzinaan yang berpotensi mengkriminalisasi perempuan korban kekerasan seksual. Selain itu juga tentang co-habitasi dan kontrasepsi.
"Namun yang belum diadopsi misalnya konteks masih potensinya perempuan mengalami kriminalisasi di tindak pidana perzinaan, co-habitasi, itu juga yang tidak kalah penting adalah kontrasepsi yang harus dilakukan pejabat atau lembaga berwenang," ucap Siti Amina.
Siti Amina mengungkapkan bahwa Komnas Perempuan sebenarnya mengusulkan relawan ini yang kompeten untuk memberikan penyuluhan terkait kesehatan reproduksi itu dilindungi. Namun itu belum masuk dalam pasal RKUHP.
Baca Juga: Aborsi Aman untuk Korban Perkosaan, Legal di UU, Miskin Implementasi
(*)