Parapuan.co - Berdasarkan studi Kasus Gizi Indonesia diketahui telah ditemukan terdapat 2,4 persen balita di Indonesia mengalami kekurangan gizi atau stunting pada 2021.
Masalah pertumbuhan anak, khususnya stunting, kini tengah menjadi perhatian khusus.
Hal ini penting diperhatikan agar generasi muda Indonesia dapat berkembang secara optimal dan berkontribusi terhadap Indonesia yang lebih maju dan produktif.
Stunting merupakan suatu kondisi gangguan pertumbuhan dan perkembangan, biasanya ditandai dengan panjang atau tinggi badan anak yang ada di bawah standar.
Kondisi stunting atau gagal tumbuh pada anak sangat terkait dengan gizi penduduk yang buruk dalam periode cukup panjang.
Tanpa penanganan serius akan semakin banyak penduduk yang dewasa dan menua dengan perkembangan kemampuan kognitif yang lambat, mudah sakit dan kurang produktif.
Ada tiga penyebab utama dari stunting yakni kebiasaan makan yang buruk, nutrisi ibu buruk, dan sanitasi tidak memadai.
Dalam rangka Hari Gizi Nasional yang diperingati setiap 25 Januari, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah melaksanakan seminar media yang mengangkat tema “Peranan Protein Hewani dalam Mencegah Stunting di Indonesia” pada Selasa (24/1/20223) lalu.
Dalam kesematan ini, Prof. dr. Damayanti Rusli Sjarif, PhD., SpA(K)., menjelaskan mengenai stunting dan kekurangan gizi.
Baca Juga: 1 dari 2 Bumil Alami Anemia, Disarankan Konsumsi Tablet Tambah Darah
Seperti yang umum diketahui, stunting ditandai dengan perkembangan yang buruk pada anak, salah satunya adalah tubuh pendek.
Namun, tidak semua balita dengan tubuh pendek termasuk dalam kategori stunting.
Prof. Damayanti menjelaskan bahwa untuk mendiagnosis hal tersebut harus dilakukan oleh dokter spesialis anak.
Hal ini dilakukan agar penanganan yang diberikan pada anak bisa dilakukan dengan tepat.
Anak yang dikatakan stunting adalah balita dengan perawakan pendek menurut tinggi badan berdasarkan usianya di bawah 2 standar deviasi.
Prof. Damayanti juga mengungkapkan bahwa penyebab utama stunting adalah kekurangan gizi kronik atau kekurangan gizi yang berulang.
Anak yang stunting biasanya mendapatkan asupan gizi yang tidak adekuat. Hal ini bisa disebabkan oleh adanya kemiskinan, penelantaran, dan ketidaktahuan.
Baca Juga: BERITA TERPOPULER WELLNESS: Hidden Gem Baru di Karanganyar hingga Tips Menghilangkan Gelambir
Selain itu, kekurangan gizi kronik juga dapat disebabkan karena kebutuhan gizi yang meningkat akibat sering sakit.
Penyakit ini dikategorikan pada higenitas seperti diare karena sanitasi yang buruk, penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti TBC, hingga bayi berat lahir rendah (BBLR) atau lahir prematur, alergi makanan, hingga kelalinan metabolisme bawaan.
Kekurangan gizi ini menyebabkan kenaikan berat badan yang tidak normal.
"Stunting dimulai ketika anak mengalami kekurangan gizi dan gizi buruk secara kronik.
"Kekurangan gizi menyebabkan kenaikan BB (berat badan) yang tidak adekuat. Jika dibiarkan akan menjadi underwight lalu menyebabkan gizi kurang dan gizi buruk," jelas Prof. Damayanti.
Peningkatan berat badan yang adekuat sesuai usia, berdasarkan Nelson Texbook of Pediatrics 2018, sebagai berikut:
- 0-3 bulan: 25-30 gram/hari atau 750 gram/bulan
- 4-6 bulan: 20 gram/hari atau 600 gram/bulan
- 7-9 bulan: 15 gram/hari atau 450 gram/bulan
- 10-12: 12 gram/hari atau 360 gram/bulan
- 1-3 tahun: 8 gram/hari atau 240 gram/bulan
- 4-6 tahun: 6 gram/hari atau 180 gram/bulan
Kenaikan berat badan pada anak yang kurang dari standar usianya bisa membuat si kecil mengalami kondisi yang disebut weight faltering.
Jika berat badan anak kurang dari yang seharusnya, ini dapat menurunkan daya tahan tubuh, sehingga anak mudah terserang penyakit, sulit makan, hingga kemudian mengalami gizi buruk.
Hal ini nantinya akan memengaruhi pembentukan hormon pertumbuhan pada anak.
"Jika hormon pertumbuhan berkurang, pertumbuhan tinggi badan juga akan berhenti. Jika tidak segera diatasi, anak akan mengalami stunting," terangnya.
Baca Juga: 1 dari 5 Anak Indonesia Alami Stunting, Apa Penyebab Kekurangan Gizi?
(*)