3. Memahami Hak Anak dalam Menyampaikan Pendapat dan Cara Mewujudkannya
Anakmu bukanlah milikmu, mereka adalah putra putri sang hidup yang rindu pada dirinya sendiri.
Kalimat yang diambil dari puisi Kahlil Gibran dalam Sang Nabi tersebut awalnya sukar saya cerna.
Bagaimana mungkin seorang anak yang lahir dari darah dan daging orangtuanya bisa dikatakan bukan milik mereka?
Namun lama kelamaan, terutama setelah kian bergulat dengan berbagai literatur dan juga mengalami berbagai peristiwa dalam kehidupan, saya agaknya mulai paham.
Anak memang lahir melalui kita, tetapi anak memiliki hidupnya sendiri, memiliki haknya sendiri.
Tetapi bukankah anak adalah ibarat kertas kosong yang tidak tahu apa-apa sebelum kita isi pengetahuan tentang dunia?
Pendapat semacam itulah yang kemudian bisa diperdebatkan.
Jean-Jacques Rousseau dalam bukunya yang berjudul Emile, or On Education justru mengatakan bahwa anak sudah mempunyai sifat alamiah yang baik sejak lahir, sebelum justru “dirusak” oleh tangan-tangan manusia yang punya serba keinginan untuk membentuknya.
Selain itu, psikolog Swiss, Jean Piaget, bahkan menyebutkan bagaimana setiap anak telah membawa suatu perangkat kecerdasan kognitif yang terus berkembang setidaknya hingga usia 12 tahun.
Baca Juga: Saatnya Mencari ‘Pil’ Penolong untuk Pulihkan Para Ibu di Indonesia
(*)