Parapuan.co - Hubungan suami istri sejatinya bisa membuat seseorang merasa bahagia.
Bercinta dengan pasangan nyatanya dapat meningkatkan keintiman hingga membantu meredakan stres.
Namun, bagaimana jika kamu justru merasa sedih atau bahkan menangis setelah bercinta?
Jika demikian, Kawan Puan mungkin mengalami postcoital dysphoria atau disforia postcoital.
Dalam hubungan suami istri, postcoital dysphoria adalah kondisi di mana seseorang mengalami perubahan suasana hati yang signifikan setelah seks atau juga dikenal kesedihan pasca seks.
Pada kondisi ini, kamu tiba-tiba bisa merasa sedih, cemas, atau bahkan ingin marah.
Tak jarang, emosi ini membuat Kawan Puan mulai menangis.
Lantas, apakah postcoital dysphoria menjadi hal yang wajar dalam hubungan intim?
Apakan kondisi ini akan memengaruhi intensitas hubungan seksual dengan pasangan?
Baca Juga: 5 Penyebab Perempuan Menangis Setelah Lakukan Hubungan Suami Istri
Melansir dari Cosmopolitan, dalam hubungan suami istri, postcoital dysphoria atau PCD relatif umum terjadi.
Bahkan menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2015 dan diterbitkan di jurnal Sexual Medicine yang melibatkan 230 responden, 46% dari mereka pernah mengalami PCD setidaknya sekali seumur hidup.
"Postcoital dysphoria adalah saat seseorang mengalami perasaan sedih, depresi, cemas, atau gelisah setelah melakukan hubungan seks," kata Wendasha Jenkins Hall, PhD.
Penyebab Postcoital Dysphoria
Tak sedikit yang menanyakan apa penyebab postcoital dysphoria dalam hubungan intim.
Pada dasarnya, PCD mungkin terkait dengan masalah kesehatan mental, termasuk karena kecemasan dan depresi.
Wendhasa juga menambahkan jika PCD bisa disebabkan oleh perubahan hormonal.
Kehamilan juga bisa menjadi faktor penyebab lainnya.
Baca Juga: 3 Variasi Posisi Missionary dalam Hubungan Suami Istri, Patut Dicoba!
"Fluktuasi hormonal yang mungkin dialami orang hamil pasca persalinan atau pasca melahirkan dapat menyebabkan postcoital dysphoria," tambah Wendhasa.
Ia juga menambahkan bahwa seseorang yang mungkin menjadi korban pelecehan saat masa kanak-kanak juga rentan mengalami kondisi semacam ini.
"Terutama pelecehan seksual masa kanak-kanak," tambahnya.
"Jika seseorang memiliki riwayat pelecehan emosional, psikologis atau fisik, maka mereka mungkin lebih membenci seks atau pengalaman seksual, terutama jika mereka merasa tidak memiliki kendali penuh atas pengalaman ini," jelas Wendhasa.
Meskipun kondisi ini umum dirasakan oleh perempuan, namun postcoital dysphoria juga perlu mendapatkan perhatian khusus jika menunjukkan tanda-tanda tertentu.
Contohnya adalah Kawan Puan terus merasakan kesedihan secara intens setelah melakukan seks.
Lebih parahnya, kamu enggan bercinta dengan pasangan.
Jika kondisi ini terjadi, segera hubungi profesional misalnya konselor atau terapis seks ya, Kawan Puan.
Itu beberapa hal yang perlu Kawan Puan tahu terkait postcoital dysphoria dalam hubungan suami istri.
Apakah kamu pernah mengalaminya?
Baca Juga: Gairah Hubungan Suami Istri Berbeda? Begini Cara Bijak Mengatasinya
(*)