Parapuan.co - Peringatan Hari Buruh yang hampir selalu diwarnai dengan demo setiap tanggal 1 Mei rasanya belum cukup untuk memperbaiki nasib buruh.
Utamanya adalah buruh perempuan yang masih memiliki berbagai catatan merah yang mestinya dibenahi.
Ada sederet persoalan terkait buruh perempuan yang juga menjadi fokus Komisi Nasional (Komnas) Perempuan.
Diberitakan PARAPUAN sebelumnya dari hasil wawancara dengan Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi pada 28 April 2023, setidaknya ada enam masalah terkait buruh perempuan.
Pertama, yaitu masalah yang berkaitan dengan dominasi pekerja laki-laki di sektor formal.
Sakernas BPS (Badan Pusat Statistik) 2022 mencatat, presentasi pekerja laki-laki di sektor formal adalah sebanyak 43,97 persen sedangkan perempuan 35,57 persen.
Kedua, masalah adanya perbedaan upah antara pekerja laki-laki dan perempuan.
Siti Aminah Tardi menjelaskan, rata-rata upah buruh laki-laki sekitar Rp3,33 juta sebulan, sementara perempuan hanya sebesar Rp2,59 juta.
Ketiga, yaitu masalah menyangkut hak maternitas di mana masih banyak perusahaan yang tidak memberikan cuti haid, cuti setelah keguguran, dan tidak adanya ketersediaan ruang laktasi.
Baca Juga: Hari Buruh 2023, Simak Pengertian dan Siapa Saja yang Termasuk Buruh