"Kain diikat di pinggul atau di bawah lengan dengan membawa kedua ujungnya ke tengah atau menariknya ke tengah," imbuh Zein.
Bahkan Zein juga menambahkan bahwa sarung merupakan salah satu pakaian tertua yang digunakan di seluruh Nusantara dan kawasan Asia secara luas.
Sementara melansir dari National Geographic, sarung dalam bahasa Melayu dan Indonesia, diartikan sebagai 'menutup' atau 'menutupi'. Kain ini secara tradisional diikatkan di pinggang seperti tabung yang menutup dan melingkari tubuh.
Banyak yang meyakini sarung sebagai jenis kain tenun pertama yang dipakai oleh perempuan maupun laki-laki di wilayah Melayu, Sumatera dan Jawa, yang kemudian terus berkembang hingga ke seluruh daratan Asia. Bahkan tak hanya Asia, seiring berkembangnya zaman, variasi sarung pun terus berkembang hingga ke sebagian Afrika sampai Semenanjung Arab.
Sarung di negara-negara Mekong, di mana tenun tekstil merupakan bagian penting dari budaya lokal, melilitkan kain yang belum dipotong di sekitar tubuh.
Alasan lainnya sarung menjadi kain yang kerap digunakan orang-orang Asia sejak dulu adalah karena busana tradisional ini memungkinkan udara bersirkulasi ke seluruh tubuh secara baik. Dengan kata lain, sarung memungkinkan pemakainya tidak merasa kegerahan atau tetap sejuk di iklim panas dan lembap khas negara-negara Asia Tenggara.
Tak hanya digunakan sebagai pakaian, sarung juga kerap disampirkan di bahu atau digunakan sebagai gendongan untuk menahan bayi saat sedang tidur.
Bahkan tak jarang digunakan untuk melindungi para pemakainya dari terik matahari saat ditangkup di atas kepala.
Baca Juga: Akan Didaftarkan Thailand ke UNESCO, Ini Rekomendasi Sarung Lilit untuk Perempuan