Sembari melakukan pembenahan dalam hal budidaya, aspek manajerial juga direvitalisasi dengan menerapkan prisnip-prinsip manajemen usaha seperti perencanaan, pengorganisasian, implementasi hingga pengawasan dan evaluasi.
Pembenahan itu akhirnya membuahkan hasil. Ekstraksi kopi yang dilakukan menciptakan cita rasa kopi khas yang kini dinamainya dengan Pipikoro Coffee.
“Alhamdulillah, Pipikoro Coffee asli dari Sigi ini cukup diterima oleh pasar diterima, bukan hanya di pasar lokal, tapi juga pasar nasional terutama ke Jawa dan saat ini melalui jaringan yang ada mencoba untuk menembus pasar internasional,” ujar Harri.
Baca Juga: Kisah Kopi dan Durian si Buah Tangan dari Kabupaten Sigi
Lain halnya dengan Yeni, salah seorang pengurus kelompok perempuan Banggele yang terletak di Desa Bunga, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Dengan 10 anggota dalam kelompok itu, Yeni berhasil membuat inovasi produk dengan membuat kecap rempah.
“Bahannya sangat banyak di desa kami dan pembuatannya juga melibatkan anggota kelompok yang akan diupah setelah kecap rempahnya laku,” jelas Yeni dalam presentasinya di forum tersebut.
Tak selesai pada kecap rempah, tempurung buah kemiri yang juga banya terdapat di wilayah itu juga dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk organic.
“Omzet kami baru bisa mencapai satu juta rupiah setiap bulan. Meski masih kecil, tapi kami berusaha untuk meingkatkannya dan melibatkan lebih banyak lagi perempuan bergabung dalam kelompok,” aku Yeni.
Yeni berharap, dengan adalanya Festival Lestari yang salah satunya mempertemukan produsen dengan colon investor, kelompoknya akan dapat bermitra untuk meningkatkan skala usaha.
Sementara itu, Koperasi Agroindustri Omu yang terletak di Desa Omu, Kecamatan Gumbasa, Kabupaten Sigi memaparkan produk unggulan hasil inovasinya, yakni Coklat Patani. Koperasi yang beranggotakan 20 orang petani di wilayah itu didirikan pada 11 Juni 2021 lalu.
Coklat Patani disebutkan tidak menggunakan unsur kimia dalam produksinya. Produk ini juga sudah memiliki sertfikat halal dan sertifikat keamanan pangan. Koperasi ini bahkan sudah mengembangkan sedikitnya enam varian produk turunannya yakni, coklat original, kacang tanah, keju, kelapa dan bubuk.
“Visi kami tidak sekedar membuat produk turunan coklat yang banyak terdapat di desa kami, tetapi sekaligus melestarikan alam, mengangkat coklat sebagai komoditas yang bisa diberi sentuhan inovasi, juga memanfaatkan lahan kosong dengan tanaman coklat, dan memberi nilai tambah bagi petani coklat,” ujar Astrid, pengurus Koperasi Agroindustri Omu.
(Kontributor: Basri Marzuki)