Parapuan.co - Gelaran Festival Lestari 5 kini telah memasuki acara utama, yakni agenda Business and Partnership Matching Usaha Lestari.
Kegiatan yang berlangsung di Bukit Indah Doda, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah ini diselenggarakan pada Jumat (23/6/2023), dan dihadiri oleh 25 pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dari sembilan kabupaten anggota Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL).
Pada kesempatan tersebut, para pelaku UMKM hadir untuk mempersentasikan produk mereka kepada para investor yang hadir sebagai tamu undangan Festival Lestari 5. Sebagai informasi, Business and Partnership Matching Usaha Lestari merupakan ajang promosi UMKM kepada para investor untuk memperkenalkan produk berbasis alam.
Program ini dihadirkan LTKL sebagai bagian untuk menjajaki kemungkinan kemitraan antar UMKM dan calon investor bervisi lestari.
Pelaku UMKM yang hadir terdiri dari pengrajin hasil hutan bukan kayu, seperti seperti produk kerajinan baik berbahan rotan, bambu, serta UMKM berbahan rempah seperti seperti kecap, bawang, dan juga produk perkebunan dan turunannya.
Beberapa pelaku UMKM itu bahkan mengutarakan kemajuan-kemajuan yang sudah dicapai dengan aplikasi digital atau online shop.
“Ini kesempatan untuk menjalin kemitraan dengan pelaku UMKM lainnya, karena bisa jadi teknologi produksi yang kami gunakan di Sigi tidak sama dengan di daerah lainnya. Makanya ini penting agar kami bisa saling berbagi untuk mengupgrade skala usaha kami,” sebut Harri, salah seorang pelaku UMKM dari Kabupaten Sigi yang menggeluti usaha kopi.
Baca Juga: Berkenalan dengan Desa Wayu, Lokasi Spot Paralayang Terbaik dari Kabupaten Sigi
Salah satu dari pelaku UMKM lestari itu adalah Pipikoro Coffee yang dikelola oleh Harri Ramadhani. Ia mengaku, pada 2017 tahun lalu sempat mengirim kopi ke Jakarta. Kopi yang dikirim tersebut berjenis robusta. Sayangnya semuanya ditolak karena tidak memenuhi standar yang ditentukan.
Sejak itu, ia kembali ke Sigi dan melakukan pembenahan-pembenahan terutama dalam hal budidaya, mulai dari pemilihan jenis bibit, perawatan dan emeliharaan tanaman kopi, panen, hingga proses pasca panen, pengemasan dan penjualan.
Sembari melakukan pembenahan dalam hal budidaya, aspek manajerial juga direvitalisasi dengan menerapkan prisnip-prinsip manajemen usaha seperti perencanaan, pengorganisasian, implementasi hingga pengawasan dan evaluasi.
Pembenahan itu akhirnya membuahkan hasil. Ekstraksi kopi yang dilakukan menciptakan cita rasa kopi khas yang kini dinamainya dengan Pipikoro Coffee.
“Alhamdulillah, Pipikoro Coffee asli dari Sigi ini cukup diterima oleh pasar diterima, bukan hanya di pasar lokal, tapi juga pasar nasional terutama ke Jawa dan saat ini melalui jaringan yang ada mencoba untuk menembus pasar internasional,” ujar Harri.
Baca Juga: Kisah Kopi dan Durian si Buah Tangan dari Kabupaten Sigi
Lain halnya dengan Yeni, salah seorang pengurus kelompok perempuan Banggele yang terletak di Desa Bunga, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Dengan 10 anggota dalam kelompok itu, Yeni berhasil membuat inovasi produk dengan membuat kecap rempah.
“Bahannya sangat banyak di desa kami dan pembuatannya juga melibatkan anggota kelompok yang akan diupah setelah kecap rempahnya laku,” jelas Yeni dalam presentasinya di forum tersebut.
Tak selesai pada kecap rempah, tempurung buah kemiri yang juga banya terdapat di wilayah itu juga dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk organic.
“Omzet kami baru bisa mencapai satu juta rupiah setiap bulan. Meski masih kecil, tapi kami berusaha untuk meingkatkannya dan melibatkan lebih banyak lagi perempuan bergabung dalam kelompok,” aku Yeni.
Yeni berharap, dengan adalanya Festival Lestari yang salah satunya mempertemukan produsen dengan colon investor, kelompoknya akan dapat bermitra untuk meningkatkan skala usaha.
Sementara itu, Koperasi Agroindustri Omu yang terletak di Desa Omu, Kecamatan Gumbasa, Kabupaten Sigi memaparkan produk unggulan hasil inovasinya, yakni Coklat Patani. Koperasi yang beranggotakan 20 orang petani di wilayah itu didirikan pada 11 Juni 2021 lalu.
Coklat Patani disebutkan tidak menggunakan unsur kimia dalam produksinya. Produk ini juga sudah memiliki sertfikat halal dan sertifikat keamanan pangan. Koperasi ini bahkan sudah mengembangkan sedikitnya enam varian produk turunannya yakni, coklat original, kacang tanah, keju, kelapa dan bubuk.
“Visi kami tidak sekedar membuat produk turunan coklat yang banyak terdapat di desa kami, tetapi sekaligus melestarikan alam, mengangkat coklat sebagai komoditas yang bisa diberi sentuhan inovasi, juga memanfaatkan lahan kosong dengan tanaman coklat, dan memberi nilai tambah bagi petani coklat,” ujar Astrid, pengurus Koperasi Agroindustri Omu.
(Kontributor: Basri Marzuki)