Parapuan.co - Kekerasan pada anak dan perkawinan usia anak di Indonesia menjadi hal yang harus diperangi oleh siapa pun.
Pasalnya, kekerasan pada anak di Indonesia bisa menimbulkan luka fisik dan trauma psikis yang akan terbawa sampai dengan anak dewasa.
Di sisi lain, perkawinan usia anak menimbulkan beragam masalah, mulai dari kesehatan reproduksi perempuan, hingga finansial di masa depan.
Sebagaimana press release yang diterima PARAPUAN pada Selasa, (25/7/2023), Hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) tahun 2021 yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menunjukkan bahwa 4 dari 10 anak perempuan dan 3 dari 10 anak laki-laki berusia 13-17 tahun di Indonesia pernah mengalami kekerasan dalam berbagai bentuk di sepanjang hidupnya.
Tidak hanya itu, data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) juga mengungkapkan bahwa terdapat 16.106 kasus kekerasan anak yang terjadi di Indonesia.
Di Jawa Barat sendiri, kasus kekerasan terhadap anak pun masih tergolong tinggi yaitu menempati posisi urutan ke-5 se-Indonesia, dimana tahun 2022 ditemukan terdapat sekitar 2.000 kasus kekerasan anak dan perempuan.
Terkait hal tersebut, P&G Indonesia menegaskan komitmen dan aksi nyatanya dalam melawan kekerasan dan perkawinan anak baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat yang didukung oleh kemitraan bersama Save the Children Indonesia melalui program “We See Equal” yang merupakan bagian dari komitmen sosial (citizenship) P&G Indonesia.
Seperti yang kita ketahui, ketidaksetaraan gender seringkali menjadi penyebab dari berbagai macam permasalahan di masyarakat, khususnya anak.
Salah satunya adalah kurangnya akses pendidikan yang setara dan berkualitas, yang kemudian membuat generasi muda rentan terhadap kekerasan dan perkawinan anak.
Baca Juga: Viral di Medsos Dugaan Kekerasan Anak Berkebutuhan Khusus oleh Terapis RS di Depok
Lebih lanjut, kekerasan dan perkawinan anak merupakan ancaman terbesar bagi kesejahteraan anak, khususnya anak perempuan.
Kekerasan dan perkawinan ini pada akhirnya menyebabkan tercurinya hak-hak dasar seorang anak.
Mulai dari hak pendidikan, hak untuk hidup bebas dari kekerasan dan pelecehan, hak kesehatan, hak dilindungi dari eksploitasi, dan hak tidak dipisahkan dari orang tua.
Hak anak tidak akan terampas jika kekerasan dan perkawinan anak dapat dicegah dengan memperkuat kapasitas dan komitmen masyarakat menerapkan pengasuhan positif serta memberikan kesempatan pendidikan yang tinggi dan setara bagi anak-anaknya.
Yanti Kusumawardhani sebagai Child Protection Advisor turut berbagi beberapa hal yang dapat kita lakukan dalam mencegah, melaporkan dan melawan kekerasan dan perkawinan pada anak di lingkungan keluarga dan sekitar kita, seperti:
1. Membangun komunikasi yang baik agar anak dapat mudah mencurahkan isi hati kepada orang tua ketika ia mengalami sesuatu seperti perundungan atau diskriminasi di luar dari lingkungan rumah.
2. Menjaga ketahanan dan keutuhan keluarga dengan mengedepankan pola pengasuhan positif yakni menjadi pendengar yang baik, menjadi sahabat anak, menyediakan waktu berkualitas bersama keluarga.
Selain itu, penting bagi orang tua untuk mengenali pergaulan anak, beribadah bersama dan terus mengikuti perkembangan informasi teknologi.
Baca Juga: Kronologi Dugaan Tindak Kekerasan Anak Autisme di RS Kawasan Depok
3. Pengetahuan perlindungan diri kepada anak dengan bekali ilmu bela diri pada anak agar disiplin dan membentuk mental serta jasmani yang kuat untuk membela diri anak dari ancaman kekerasan.
4. Maksimalkan peran sekolah dan melakukan komunikasi yang intens kepada guru.
Selain menjadi tempat menuntut ilmu, sekolah juga berfungsi sebagai kontrol sosial yang membantu assessment atau penilaian terhadap perilaku anak.
Sekolah juga diharapkan dapat menggagas aktivitas internal yang bersifat positif untuk memfasilitasi aktivitas orang tua siswa dan siswa atau membentuk petugas yang bertugas memantau kegiatan siswa selama di sekolah.
Orang tua juga harus turut aktif melakukan komunikasi intens kepada guru yang dapat dipercaya dan dekat dengan anak-anak sebagai salah satu upaya pencegahan kasus kekerasan di lingkungan sekolah.
5. Segera laporkan kepada pihak berwajib jika memang telah terjadi kejahatan fisik, psikis, ataupun seksual.
Hal ini dilakukan dengan tujuan agar pihak berwajib dapat segera melakukan tindakan lebih lanjut kepada tersangka dan mengurangi angka kejahatan yang sama terjadi kembali.
Lalu, untuk korban kekerasan sendiri harus segera mendapatkan bantuan ahli medis serta dukungan dari keluarga dan orang terdekat.
Dengan lima tindakan di atas, di harapkan dapat mencegah, melaporkan dan melawan kekerasan dan perkawinan pada anak di lingkungan keluarga dan lingkungan sekitarnya.
Baca Juga: Pencari Lowongan Kerja Perlu Tahu, Ini Tips Laporkan Kekerasan Seksual di Kantor
(*)