Menurut Olivia, secara formal perempuan tidak memiliki hambatan dalam melakukan praktek politik. Namun hal sebaliknya justru terjadi jika dilihat dari culture yang ada.
"Secara formal tidak ada hambatan untuk dipilih sebagai wakil rakyat, namun secara kultur masih terjadi penolakan baik di tingkat partai politik maupun komunitas masyarakat," tambahnya lagi.
Ditambahkan olehnya bahwa tantangan lainnya juga terlihat dari kurangnya partisipasi aktif perempuan dalam proses pengambilan keputusan politik.
Di sisi lain, Nasaruddin Umar, yang pernah menjadi Wakil Menteri Agama RI periode 2011-2014 juga melihat bahwa menjelang Pemilu 2024, keterlibatan perempuan dalam aspek politik juga mengalami penurunan.
"Memang ini sesuatu yang sangat memprihatinkan karena terjadi penurunan dari partisipasi politik dari perempuan. Whats wrong? Ini pasti ada yang salah," tegasnya.
Bukannya tanpa alasan ia merasa prihatin terhadap minimnya partisipasi politik perempuan, pasalnya kini masih banyak terjadinya ketidaksetaraan gender yang justru merugikan kelompok perempuan itu sendiri.
"Tapi apa yang kita saksikan sekarang ini, tingkat KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) malah semakin meningkat. Padahal ada 12 Undang-Undang yang lahir dan memberikan penguatan pada perempuan," ucapnya lagi.
Lantas, apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah ini?
Baca Juga: Tak Hanya Memilih, Sikap Ini Harus Dimiliki Perempuan saat Pemilu 2024