Sementara dari sisi pembeli gandum, Kent Mickleborough menunjukkan bahwa dia mengirim foto kontrak tersebut ke ponsel Chris Achter sambil menulis "Tolong konfirmasi kontrak kami".
Jadi, ketika Chris Achter membalas dengan emoji thumbs up, Kent Michleborough mengartikan emoji tersebut sebagai bentuk persetujuan kontrak.
Padahal, Chris dan Kent sendiri sudah bekerjasama dalam waktu yang cukup lama.
Lebih lanjut, duduk permasalahan di antara Chris Achter dan Ken Michleborough ini pun mencapai tahap persidangan.
Hakim TJ Keene dari Pengadilan King's Bench di Saskatchewa memutuskan jika terdapat kontrak yang sah antara Chris Achter dan Kent Mickleborough.
Chris pun dinyatakan telah melanggar kontrak karena tidak mengirimkan rami.
Hakim juga memeberikan hukuman pada Chris Achter untuk membayar ganti rugi sebesar 82.200 dolar Kanada, atau sekitar 61.000 dollar Amerika (sekitar Rp937,6 juta).
Fenomena Baru Terkait Penggunaan Emoji
Lebih lanjut, Professor Laura E. Little dari Temple University Beasly School of Law mengatakan keputusan tersebut menjadi hal yang luar biasa dalam dunia komunikasi di mana emoji bisa menjadi jebakan pembuatan kontrak.
Di sisi lain Eric Goldman, seorang profesor hukum dan salah satu direktur High Tech Law Institute di Santa Clara University School menyebut jika sebesar 45 persen pengadilan di Amerika Serikat menganggap bahwa emoji thumbs up merujuk pada ungkapan sarkastik.
Menurutnya, beberapa negara lain juga menggunakan emoji thumbs up sebagai penerimaan pesan. Sedangkan, di negara Timur Tengah emoji ini bersifat ofensif.
"Kasus ini ini tidak akan secara pasti menyelesaikan arti dari emoji jempol ke atas,” kata Profesor Goldman.
Ia juga menegaskan jika penggunaan emoji thumbs up bisa menimbulkan konsekuensi hukum yang serius.
"Kasus ini mengingatkan orang-orang bahwa penggunaan emoji jempol ke atas dapat menimbulkan konsekuensi hukum yang serius," lanjutnya.
Baca Juga: Ada Emoji Tangan Tos Resmi, Jangan Sampai Salah Arti Emoji Terbaru
(*)