Cegah ISPA, Ini 7 Protokol Kesehatan saat Polusi Udara dari Kemenkes

Maharani Kusuma Daruwati - Rabu, 27 September 2023
Polusi udara di Jakarta.
Polusi udara di Jakarta. CreativaImages

Parapuan.co - Belakangan kualitas udara di wilayah ibu kota dikabarkan tengah memburuk.

Kawan Puan yang berada di Jabodetabek pasti akhir-akhir ini juga merasakannya.

Polusi udara yang buruk ini pun berdampak pada banyak hal, terutama bagi kesehatan.

Banyak orang mengeluhkan jadi lebih mudah sakit, terutama gangguan pernapasan seperti batuk dan sesak napas.

Pada laporan studi gabungan Nafas bersama Halodoc, seperti yang dipaparkan dalam acara diskusi media virtual pada Selasa (26/9/2023), terungkap salah satu temuan utamanya yaitu terjadi peningkatan kasus penyakit pernapasan sebesar 34% ketika terjadi kenaikan polusi PM2.5 sebesar 10 μg/m3 pada periode Juni-Agustus 2023.

Selain memaparkan berbagai temuan terkait relevansi polusi udara dan kasus penyakit pernapasan, laporan ini juga dilengkapi dengan edukasi dampak polusi PM2.5, serta rekomendasi maupun langkah-langkah tepat dalam menjaga
kesehatan di tengah polusi udara dari para ahlinya.

Polusi udara telah menjadi perhatian publik dalam beberapa tahun terakhir.

Namun mulai pertengahan tahun 2023, masalah polusi udara mendapatkan perhatian besar karena kondisinya
kerap memburuk dan meningkatkan kekhawatiran masyarakat terhadap dampak kesehatan, di mana pada kondisi udara yang buruk ada beberapa keluhan juga yang sering muncul yaitu
gangguan terkait pernapasan seperti batuk, pilek, dan demam, selama beberapa bulan terakhir.

Kini, kondisi polusi udara di beberapa wilayah Indonesia, terutama Jabodetabek, masih tidak menentu bahkan didominasi oleh tingkat kualitas udara yang buruk.

Baca Juga: Viral di TikTok Polusi Udara Bikin Gampang Sakit, Dokter Ungkap Risiko Gangguan Jantung

Isu kualitas udara merupakan tanggung jawab bersama untuk diatasi, terlebih melihat dampak signifikannya terhadap kesehatan, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Berikut lima temuan utama dari hasil studi Nafas dan Halodoc yang dilakukan pada periode Juni-Agustus 2023:

1. Terjadi peningkatan keluhan penyakit pernapasan di Halodoc sebesar 34% pada bulan Juni, ketika terdapat kenaikan polusi PM2.5 sebesar 10 μg/m3.

2. Polusi meningkat, persentase keluhan penyakit pernapasan di setiap kecamatan di Jabodetabek meningkat hingga 41%.

3. Semakin sering kejadian polusi tinggi (PM2.5 di atas 55 μg/m3), ada potensi semakin tinggi risiko terjadinya keluhan penyakit pernapasan dalam kurun waktu 12 jam.

4. Keluhan terkait Sinusitis dan Asma mengalami kemunculan kasus tercepat (3-48 jam), sementara keluhan terkait Asma dan Bronkitis mengalami peningkatan kasus tertinggi (5
kali lipat).

5. Peningkatan kasus penyakit pernapasan tertinggi terjadi pada kelompok sensitif, yaitu sebesar 48% di kelompok usia di atas 55 tahun dan disusul 32% di kelompok usia 0-17 tahun.

Sebagai ekosistem layanan kesehatan digital, Halodoc berkomitmen untuk terus menyehatkan masyarakat Indonesia, termasuk di tengah kondisi udara saat ini. dr. Irwan Heriyanto, MARS, Chief of Medical Halodoc mengatakan, di tengah kondisi udara saat ini, kami melihat adanya kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan yang tercermin dari tren meningkatnya konsultasi terkait gangguan pernapasan.

Baca Juga: Berdampak pada Kesehatan, 3 Artis Ini Keluhkan Polusi Udara di Jakarta

"Oleh karena itu, akses telemedisin seperti Halodoc menjadi salah satu cara bagi masyarakat untuk dapat berkonsultasi dengan dokter terpercaya, khususnya sebagai deteksi awal gejala gangguan pernapasan, sebelum berkembang menjadi penyakit yang serius.

"Kolaborasi Halodoc dan Nafas ini juga diharapkan semakin meningkatkan literasi kesehatan dari yang semula hanya kuratif menjadi preventif.

"Sejalan dengan arahan Kemenkes RI, Halodoc juga secara proaktif terus mengajak masyarakat untuk semakin peduli dengan kondisi kesehatannya dan segera berkonsultasi dengan dokter sebagai deteksi awal gejala gangguan pernapasan di tengah kondisi udara saat ini,” jelas dr. Irwan.

Ada beberapa upaya untuk dapat menjaga kesehatan di tengah kondisi polusi udara pada saat ini.

Berdasarkan penjelasan dr. Anas Ma’ruf, MKM, Direktur Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan RI, Kemenkes telah merilis edukasi protokol kesehatan 6 M + 1 S.

Berikut ini protokol kesehatan saat polusi udara berdasarkan edaran Kemenkes:

1. Memeriksa kualitas udara melalui aplikasi atau website.

2.Mengurangi aktivitas luar ruangan dan menutup ventilasi rumah/kantor/sekolah/tempat umum di saat polusi udara tinggi.

3.  Menggunakan penjernih udara dalam ruangan.

Baca Juga: Polusi Udara Makin Merebak, Anak Arief Muhammad Didiagnosis ISPA

4. Menghindari sumber polusi dan asap rokok.

5. Menggunakan masker saat polusi udara tinggi.

6. Melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat.

7. Segera konsultasi daring/luring dengan tenaga kesehatan jika muncul keluhan pernapasan.

Tujuh tips kesehatan dari protokol di atas kemudian disederhanakan menjadi dua, yaitu memakai masker dan segera memeriksakan diri bila mengalami gejala sakit pernapasan.

"Kami mengimbau masyarakat untuk terus rajin menerapkan protokol kesehatan untuk mengurangi efek buruk dampak polusi udara. Kita mendorong masyarakat untuk menerapkan dua hal untuk mencegah dampak polusi udara yaitu:  1) Memakai masker medis terutama bila beraktivitas di luar ruangan; 2) Segera memeriksakan diri ke faskes bila mengalami gangguan pernapasan," ujar dr. Anas Ma’ruf, MKM.

Masyarakat juga dapat memanfaatkan layanan telekonsultasi untuk deteksi dini dampak kesehatan dari polusi udara.

"Mari bersama-sama kita melindungi diri dan menjaga lingkungan dari polusi mulai dari lingkup terkecil, misalnya pengurangan penggunaan kendaraan bermotor berbahan fosil, tidak lakukan pembakaran sampah, mengurangi emisi dari rumah tangga seperti asap rokok dan lainnya.

"Saat ini pun, Kementerian Kesehatan RI juga tengah mengembangkan sistem peringatan dini bagi masyarakat yang
terintegrasi dengan Aplikasi SatuSehat agar masyarakat dapat lebih waspada mengenai kondisi polusi udara di sekitar mereka,” imbuhnya.

Nafas menilai bahwa diperlukan lebih banyak lagi kajian lokal untuk menghadirkan temuan yang lebih relevan terkait polusi PM2.5 dan hubungannya dengan penyakit pernapasan di Jabodetabek.

“Nafas dengan bangga dapat berkolaborasi dengan Halodoc untuk dapat menyajikan data-data terkait polusi udara serta keterkaitannya dengan penyakit pernapasan yang saat ini tengah banyak melanda masyarakat.

"Harapannya, melalui laporan studi ini, masyarakat dapat lebih memahami risiko kesehatan akibat polusi udara yang dampaknya dirasakan mulai dari jangka pendek, tidak hanya jangka panjang saja. Saat ini kami juga terus berkomitmen memperluas jaringan pemantauan kualitas udara yang saat ini sudah terpasang di lebih dari 180 titik lokasi pemantauan di berbagai kota,” ungkap Piotr Jakubowski, Co-founder & Chief Growth Officer Nafas.

Laporan ini merupakan studi terbatas, dengan menggabungkan informasi yang dihimpun Nafas terkait persebaran lokasi sensor di 73 kecamatan di Jabodetabek dan informasi yang dihimpun
Halodoc pada Juni-Agustus 2023.

Laporan terkait dampak PM2.5 terhadap kondisi kesehatan ini
disusun dengan metode statistik deskriptif analisis.

Metode ini mengkaji hubungan antara keterkaitan tingkat polusi PM2.5 dengan jumlah telekonsultasi terkait kasus penyakit pernapasan yang terjadi melalui aplikasi Halodoc di wilayah Jabodetabek.

Studi ini dilakukan dengan pemilihan waktu berdasarkan bulan dengan kejadian polusi tinggi.

Pada tahun 2023, peningkatan tren polusi terlihat dari awal Juni hingga Agustus, yang kemudian dipilih menjadi rentang waktu kajian untuk laporan ini.

Adapun keluhan penyakit pernapasan dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk namun tidak terbatas pada kondisi kesehatan pengguna Halodoc.

Informasi yang disediakan dalam studi ini hanya digunakan untuk tujuan edukasi dan wawasan tambahan.

Baca Juga: Lindungi Kulit dari Polusi dengan 5 Rekomendasi Skincare Vitamin E

(*)

 



REKOMENDASI HARI INI

Komnas Perempuan Buka Lowongan Kerja Staf Unit Pengaduan, Ini Syaratnya