Parapuan.co - Seorang ibu pasti ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya.
Ketika anak sudah mulai bisa makan, ibu akan berusaha memberikan yang terbaik dengan makanan penuh nutrisi.
Namun, tidak semua ibu mungkin dapat menyiapkan makanan sendiri untuk anak-anaknya.
Kini, semua pun dapat dipermudah dengan adanya makanan instan atau makanan fortifikasi yang lebih mudah disiapkan untuk si kecil.
Akan tetapi masih banyak perdebatan apakah aman memberikan makanan fortifikasi untuk bayi atau tidak?
Dalam berbagai forum, banyak ibu di Indonesia yang mempertanyakan apakah MPASI fortifikasi aman untuk bayi.
Pertanyaan ini timbul karena MPASI fortifikasi termasuk makanan pabrikan dan ada persepsi bahwa makanan pabrikan tidak baik untuk bayi.
Sebagai salah satu orang yang bertanggung jawab atas standarisasi pangan olahan di Indonesia, Prof. Dr. Ir. Sugiyono, M.AppSc. Pakar Teknologi Pangan sekaligus Anggota Tim Pakar Direktorat Standardisasi Pangan Olahan BPOM, tergerak untuk memberikan informasi yang lengkap mengenai isu tersebut untuk mengurangi kebingungan dan rasa khawatir para ibu agar mereka lebih percaya diri ketika mengambil pilihan yang terbaik bagi bayinya.
"Karena itulah, saya juga mengajak dr. Ardi ( dokter anak dr. Mas Nugroho Ardi Santoso, SpA., MKes.) sebagai salah satu dokter sekaligus influencer tumbuh kembang anak untuk membeberkan fakta seputar MPASI fortifikasi dan bagaimana ibu bisa memastikan kelengkapan gizi bayi ketika memasuki masa transisi ke MPASI setelah mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama," ujar Prof. Sugiyono, seperti dikutip dari rilis yang diterima PARAPUAN.
Baca Juga: Ibu Menyusui Perlu Tahu, Berikut 3 Manfaat ASI untuk Kesehatan Bayi
Penting diketahui bahwa MPASI fortifikasi dikontrol sangat ketat oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), mulai dari bahan baku, proses produksi, kandungan zat gizi, serta keamanannya.
Untuk produk MPASI fortifikasi, BPOM menerapkan standar yang sangat ketat mengingat pentingnya keamanan makanan bayi dan nilai gizinya.
BPOM tidak mengizinkan MPASI fortifikasi mengandung pengawet, pewarna atau perisa serta tidak boleh memiliki kandungan gula dan garam yang tinggi.
MPASI fortifikasi yang telah diizinkan beredar di Indonesia oleh BPOM berarti juga telah lolos tahap pengontrolan kualitas sesuai kriteria Codex Alimentarius, sebuah lembaga independen yang membuat standar makanan berbasis sains yang ditetapkan secara kolektif oleh berbagai negara untuk melindungi kesehatan konsumen yang dibentuk oleh FAO/WHO.
Dokter spesialis anak dr. Mas Nugroho Ardi Santoso, SpA., MKes. pun turut angkat bicara mengenai makanan fortifikasi untuk anak ini.
"Dari sudut pandang saya sebagai dokter spesialis anak, saya memahami adanya berbagai pertimbangan dan perbedaan pandangan dalam memilih nutrisi MPASI," ungkap dokter sekaligus influencer yang akrab disapa dr. Ardi ini.
Ada sebagian yang berpendapat bahwa MPASI yang baik adalah yang diolah sendiri, dan di sisi lain anti terhadap MPASI fortifikasi.
"Mereka mungkin lebih nyaman menggunakan MPASI pinggir jalan – yang kita tidak pernah tahu proses pembuatannya daripada menggunakan MPASI fortifikasi," ujarnya.
Baca Juga: 4 Perbedaan Memulai MPASI pada Bayi Dahulu vs Sekarang, Seperti Apa?
dr. Ardi pun setuju dengan tujuan Prof. Sugiyono untuk meningkatkan literasi gizi melalui isu ini.
"Karena itu, saya ingin memulai dengan membahas pengetahuan dasarnya dulu, yaitu peran gizi dalam 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK). 1000 HPK adalah fase terpenting dalam membentuk dan membangun kualitas gizi anak," terangnya.
Kualitas pada 1000 HPK sangat menentukan keberlangsungan kehidupan anak di masa depan, misalnya seluruh organ penting dan sistem tubuh mulai terbentuk dengan pesat.
Perkembangan yang dimulai adalah kesehatan saluran cerna, perkembangan organ metabolik, perkembangan kognitif, pertumbuhan fisik, dan kematangan sistem imun.
Bahkan perkembangan otak manusia 80 persen terjadi pada masa 1000 HPK, dan sisanya 20 persen terjadi hingga dewasa.
Karena itu selain memperhatikan nutrisi seimbang saat hamil, kemudian memastikan asupan gizi melalui ASI selama 6 bulan, ibu juga harus memperhatikan asupan nutrisi pada fase MPASI saat usia anak di atas 6 bulan.
Pada usia tersebut, anak sudah semakin membutuhkan nutrisi yang kompleks dan tidak cukup hanya diberikan melalui ASI.
Anak sudah sangat perlu diberikan dukungan asupan lain melalui makanan pendamping ASI (MPASI).
MPASI yang mendukung tumbuh kembang optimal adalah yang diberikan tepat waktu, cukup kalori, protein, lemak, vitamin, mineral, higienis dan responsif diberikan setelah bayi berusia 6 bulan dan ASI dapat diteruskan sampai usia 2 tahun.
Baca Juga: 12 Mitos Memberi Makanan Padat Pada Bayi yang Ternyata Tidak Benar
MPASI yang kurang dalam kuantitas dan kualitas dapat menyebabkan anak gagal tumbuh dan jika berlangsung dalam waktu lama akan menjadi pemicu malnutrisi dan stunting.
Selain mengetahui teorinya, sebenarnya ada masalah lain yang lebih nyata yang dihadapi para ibu (dan juga mungkin inilah yang membuat ibu sering khawatir), yaitu bagaimana ibu bisa memastikan kualitas nutrisi makanan - mulai dari apakah kualitas bahan bakunya terjamin, apakah proses memasaknya sudah benar sehingga nutrisinya tidak rusak?
Dari segi pengolahan makanannya saja, sebenarnya cukup sulit memastikan kualitas nutrisi MPASI olahan sendiri, apalagi bubur tim pinggir jalan.
Sebagai gambaran, bayi berusia 6 bulan ke atas membutuhkan asupan zat besi sebanyak 11 mg/hari.
ASI hanya menyediakan sekitar 3% dari 11 mg zat besi, sehingga sisanya perlu diperoleh dari MPASI.
Makanan kaya zat besi seperti daging sapi, hati sapi atau ayam, dan ikan harus dikonsumsi dalam jumlah sekitar 400g untuk memenuhi kebutuhan zat besi harian.
Tentunya itu tidak mungkin dengan kapasitas lambung bayi yang terbatas.
Di sinilah MPASI fortifikasi sangat bisa digunakan sebagai alternatif nutrisi pendukung tumbuh kembang oleh karena kelebihannya, yaitu sudah ditambahkan vitamin dan mineral sesuai kebutuhan harian.
"Sebuah penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bayi berusia 6-24 bulan yang mengkonsumsi MPASI fortifikasi mencatat kadar hemoglobin, zat besi, dan ferritin (pengikat zat besi) yang lebih tinggi dibanding dengan bayi yang mengkonsumsi MPASI homemade," jelas dr. Ardi.
Dalam berbagai penelitian lain juga telah dibuktikan bahwa nutrisi fortifikasi dapat mendukung pertumbuhan anak secara positif.
Para ibu juga sebaiknya bijak dalam menyikapi nutrisi MPASI. Jika bisa memastikan kualitas nutrisi seimbang sesuai kebutuhan anak, silahkan dibuat makanan olahan di rumah.
Tetapi tidak juga harus dipaksakan atau idealis untuk anti terhadap nutrisi fortifikasi padahal di saat yang sama nutrisi anak justru tidak tercukupi karena makanan olahannya tidak berkualitas.
"Mari fokus pada kebutuhan nutrisi seimbang anak, terlepas apakah berasal dari nutrisi olahan sendiri atau dibantu oleh nutrisi fortifikasi.
"Di samping itu juga para ibu disarankan untuk terus menambah wawasan terkait tumbuh kembang dari sumber-sumber yang valid dan bisa dipertanggungjawabkan. Sehingga lebih bijak dalam mengambil keputusan," tegasnya.
Baca Juga: Ini 3 Tips Mengolah Kacang Merah untuk MPASI, Pastikan Pilih yang Kering
(*)