Parapuan.co - Perlu diketahui okeh Kawan Puan bahwa industri fashion adalah salah satu kontributor besar terhadap kerusakan lingkungan.
Bagaimana tidak, menurut laporan UN Environment Programme, industri fesyen mengonsumsi air dalam jumlah yang sangat besar, sekitar 93 miliar meter kubik, sehingga sebagian besar air tersebut terkontaminasi bahan kimia beracun.
Berdasarkan sumber yang sama diketahui bahwa 20 persen air limbah global berasal dari pewarnaan tekstil.
Karena sebagian besar produksinya dilakukan di negara-negara yang peraturannya kurang ketat, air limbah sering kali mengalir ke sungai dan laut sehingga dapat menimbulkan kerusakan.
Adapun salah satu solusi yang mungkin banyak kita dengar untuk mengatasi masalah ini adalah dengan lebih bijak dalam membeli pakaian.
Misalnya adalah dengan membeli pakaian bekas atau second alih-alih yang baru.
Kendati demikian, sebuah pertanyaan muncul, apakah jika kita membeli baju bekas tetap lebih ramah lingkungan kendatipun barang tersebut fast fashion?
Menurut Bianca-Francesca Foley, podcaster dan editor Sustainably Influenced seperti melancir Glamour, membeli baju bekas tidak serta merta mencegah terjadinya kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pakaian.
"Menurut saya, (emisi) karbon sudah diproduksi. Kamu tidak dapat melakukan mitigasi terhadap sesuatu yang telah terjadi. Semakin lama kami menyimpan suatu barang, semakin baik, karena kamu tidak membeli lebih banyak pakaian – namun emisinya sudah ada," jelasnya.
Baca Juga: Lawan Fast Fashion dengan Bangga Berkain Pakai Produk Eco-Fashion