Parapuan.co - Menopause jadi kondisi alami yang terjadi pada perempuan di kisaran usia 40-50 tahun.
Ni Komang Yeni Dhana Sari, Sp.OG selaku Dokter Spesialias Obstetri dan Ginekologi Klinik 360 dalam acara bertajuk "Menopause Bukan Akhir Hidup Perempuan" di PIC Creative Space, Wisma Staco, Jakarta Selatan, Kamis (30/11/2023), menuturkan menopause membuat perempuan mengalami berbagai gejala yang membuatnya kesulitan, kesakitan, dan kurang percaya diri.
"Seperti vagina kering, hot flashes, demam, keringat pada malam hari, gangguan tidur, perubahan metabolisme, rambut rontok, payudara mengendur, tekanan darah meningkat, kolesterol dan gula darah meningkat, hingga akhirnya memengaruhi kondisi mental," ujar dr. Yeni.
Menurut dr. Yeni, selain perubahan bentuk tubuh dan gangguan kesehatan umum, penurunan hormon estrogen selama menopause dapat meningkatkan risiko dari beberapa penyakit yakni:
1. Penyakit Jantung
"Alasan utamanya karena salah satu tugas estrogen adalah membantu menjaga pembuluh darah tetap fleksibel,"
Dengan begitu, pembuluh darah pun berkontraksi dan melebar untuk mengakomodasi aliran darah.
"Begitu estrogen berkurang saat menopause, fungsi ini pun akan menurun," jelas dr. Yeni.
2. Osteoporosis dan Obesitas
Baca Juga: Usia Menopause Tapi Masih Menstruasi, Waspadai Bisa Jadi Penyakit
Sebelum menopause, tulang perempuan itu dilindungi oleh estrogen.
Sayangnya selama menopause, estrogen menurun sehingga perlindungan terhadap tulang terkena dampaknya.
Selain osteoporosis, perempuan menopause juga bisa mengalami obesitas.
Sebab menopause menyebabkan tubuh bertambah gemuk dan kehilangan massa jaringan tanpa lemak.
3. Infeksi Saluran Kemih dan Inkontinensia Urin
Selama menopause, vagina akan semakin kering dan tipis, sehingga menyebabkan bakteri lebih mudah berkembang, alhasil perempuan pun mengalami infeksi saluran kemih.
Menopause juga menyebabkan terjadinya inkontinensia urin yakni kehilangan kontrol kandung kemih yang membuat pengidapnya sulit menahan buang air kecil.
Inkontinensia urin terjadi karena lapisan estrogen yang hilang pada lapisan kandung kemih membuat otot vagina mengendur.
Baca Juga: Mulai Terjadi di Usia 40-an, Bisakah Perempuan Menunda Menopause? Ini Kata Dokter
"Kenyataan ini membuktikan bahwa ada baiknya perempuan serta orang-orang di sekitarnya tidak meremehkan menopause karena jika tidak ditangani dengan tepat bisa membahayakan perempuan," terang dr. Yeni.
Oleh sebab itu, jika mengalami gejala dan efek yang berat sebelum, saat, dan setelah menopause, dr. Yeni pun menyarankan untuk terapi seperti:
- Terapi hormon estrogen yang menurutnya paling efektif untuk meredakan hot flashes menopause serta memperbaiki beberapa fungsi tubuh.
"Penelitian terkini membuktikan bahwa pengobatan hormon relatif aman bila diberikan topikal melalui kulit, selaput lendir atau vagina," kata dr. Yeni.
- Terapi vaginal estrogen untuk mengatasi vagina kering.
- Terapi antidepresan dosis rendah, Gabapentin, Clonidine, Fezolitenant, dan pengobatan yang berkaitan langsung dengan gejala penyakit yang muncul.
Meskipun terapi hormon untuk keluhan menopause merupakan pengobatan utama, namun dr. Yeni menyarankan untuk dilakukan skrining terlebih dahulu untuk mengetahui apakah ada potensi kanker atau tidak di dalam tubuh.
"Sebelum memutuskan pengobatan apapun, perempuan harus tahu bahwa risiko perubahan tubuh dan risiko timbulnya penyakit akibat menopause harus tetap dicegah terlebih dahulu dengan kebiasaan hidup sehat seperti berolahraga teratur, mengonsumsi makanan bernutrisi sehat dan gizi seimbang, dan menghilangkan kebiasaan buruk seperti merokok dan minum miras," tegas dr. Yeni.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menganjurkan perempuan harus rutin olahraga 150 menit per minggu untuk membantu mengurangi resiko gangguan mental yang juga kerap timbul akibat menopause.
Baca Juga: Berisiko Pasca Menopause, Ini 5 Langkah Cegah Osteoporosis bagi Perempuan
(*)