Parapuan.co - Berdasarkan publikasi terbaru World Health Organization (WHO) bertajuk “Setting Priorities, Investing Wisely & Providing Care for All“ menyebutkan bahwa satu dari enam kematian di dunia diakibatkan oleh penyakit kanker.
Dipaparkan bahwa kasus kanker di tahun 2040 diperkirakan akan meningkat menjadi 29.4 juta, yang mana sebelumnya sebanyak 18,1 juta di tahun 2018.
Sedangkan angka kematian di negara berpenghasilan menengah ke bawah diperkirakan akan tetap tinggi, jauh dari target SDG.
Di tengah semakin tingginya kasus kematian akibat kanker, sayangnya tak diimbangi dengan cukupnya spesialis perawat onkologi di Indonesia.
Pasalnya menurut survei HIMPONI (2020) tentang tingkat pendidikan perawat di unit pelayanan onkologi menunjukkan bahwa 67 persen perawat onkologi masih berpendidikan Diploma, 31 persen berpendidikan Ners (sarjana) dan sebanyak 2 persen berpendidikan Magister Keperawatan.
Dengan kata lain, Indonesia belum memiliki spesialis perawat onkologi, yang mana padahal tanggung jawab seorang spesialis perawat onkologi adalah memberikan pelayanan keperawatan pada pasien kanker dan keluarganya yang bermutu sesuai dengan tuntutan masyarakat.
Sehingga dengan kebutuhan tersebut, semakin penting keberadaan profesi Ners Spesialis Keperawatan Onkologi.
Melihat hal ini mendorong Roche, FIK-UI, Dharmais dan HIMPONI untuk berupaya meningkatkan kualitas dan pengembangan tenaga spesialis keperawatan onkologi di Indonesia.
Baca Juga: Hari Perawat Internasional, Begini Peluang Lowongan Kerja Perawat di Indonesia
Dijelaskan oleh Dr. Dewi Gayatri, S.Kp., M.Kes., Ketua Prodi Ners Spesialis Keperawatan Onkologi latar belakang dari kemitraan ini merupakan rasio perawat-pasien yang tidak memadai berkontribusi terhadap rendahnya kualitas pelayanan pasien, dan menyebabkan hasil akhir yang buruk.
“Harapannya, kemitraan ini dapat meningkatkan kualitas standar perawatan dan mengantarkan kepada hasil perawatan kanker yang lebih baik. Selain itu, kedepannya kami harap perawat onkologi profesional dapat diakui sebagai mitra strategis bagi onkologis dalam perawatan pasien," papar Dr. Dewi.
Menurutnya hal ini dapat dicapai dengan memperkuat proses onboarding Spesialis Keperawatan Onkologi saat lulus, salah satunya adalah melalui program collaborative care yang disusun perawat beserta mitra di rumah sakit tempat mereka bekerja.
Bersamaan dengan itu, Direktur Penyediaan Tenaga Kesehatan, Direktorat Jenderal Tenaga Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Oos Fatimah Rosyati, M.Kes menyambut baik perkembangan kemitraan.
“Percepatan pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan di Indonesia memerlukan keterlibatan semua pihak. Oleh sebab itu, kami sangat menghargai dan mendukung upaya yang dilakukan Roche, FIK-UI, Dharmais dan HIMPONI untuk penguatan tenaga perawat onkologi, apalagi, saat ini kanker merupakan salah satu prioritas Pemerintah,” ujarnya.
Menyambut perkembangan dari program ini, dr. Ait-Allah Mejri, Presiden Direktur Roche Indonesia berujar, “Kami senang kemitraan yang diinisiasi Roche bersama para mitra kerja mulai membuahkan hasil ditandai kelulusan pertama para penerima beasiswa tenaga spesialis keperawatan onkologi. Capaian ini menunjukkan komitmen yang kuat dari seluruh mitra kerja untuk berkontribusi dalam mengurangi beban kanker dan meningkatkan hasil penatalaksanaan kanker.”
Penting untuk diingat bahwa Spesialis keperawatan onkologi merupakan jenjang profesi baru di Indonesia.
"Oleh sebab itu, sangat penting dibangun ekosistem yang mendukung pengembangan para tenaga spesialis ini agar memberikan peluang untuk menerapkan keahlian mereka serta sangat penting adanya regulasi yang mendukung pengembangan profesi,” ujar Dekan FIK-UI, Agus Setiawan, S.Kp., M.N., D.N.
Maka dari itu diperlukan pula sebuah standar tertentu untuk rumah sakit yang memiliki layanan kanker.
Baca Juga: 9 Kualifikasi Jadi Perawat Lansia, Segini Gaji yang Bakal Diterima
"Tidak hanya perbaikan dari infrastruktur, tetapi juga melalui sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satunya adalah dengan menghadirkan Spesialis Keperawatan Onkologi. Harapannya Spesialis Keperawatan Onkologi dapat menjadi mitra strategis dalam layanan kanker,” papar dr. R. Soeko W. Nindito D., MARS, Direktur Utama Pusat Kanker Nasional Dharmais.
Kolaborasi pengembangan tenaga spesialis perawat onkologi juga mendapatkan sambutan positif, ditandai dengan akan dibukanya Program Studi Spesialis Keperawatan Onkologi di Universitas Gadjah Mada (UGM).
Perihal ini, dr. Ahmad Hamim Sadewa, P.hD, Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM pun menjelaskan bahwa UGM mendukung penuh rencana strategis Kementerian Kesehatan untuk mempercepat pertumbuhan spesialis perawat onkologi di Indonesia.
"Harapannya kami dapat menghasilkan banyak perawat berkualitas sehingga dapat mendukung tatalaksana kanker di Indonesia untuk menjadi lebih baik,” tuturnya.
Senada dengan itu, Dr. Kemala Rita Wahidi, SKp., Sp.Kep.Onk., ETN., MARS., FISQua, Kepala Bidang Pendidikan & Pelatihan Himpunan Perawat Onkologi Indonesia (HIMPONI) menjelaskan bahwa meningkatkan kualitas perawat di layanan onkologi adalah tanggung jawab organisasi profesi.
"Oleh karena itu dibutuhkan dukungan seluruh pihak untuk Spesialis Keperawatan Onkologi agar dapat bersinergi dengan para mitra oncologist, lain, dalam memberikan asuhan-pelayanan kanker dalam konsep patient center care, sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pasien kanker,” jelasnya.
Dr. dr. Cosphiadi Irawan, Sp.PD,KHOM, FINASIM, ketua Perhimpunan Onkologi Indonesia, menyambut dengan positif perkembangan dari program ini.
“Sebagai ketua Perhimpunan Onkologi Indonesia, saya menyambut dengan bangga kehadiran Spesialis Keperawatan Onkologi ini, agar tatalaksana kanker bisa menjadi lebih baik dan kerjasama antara dokter onkologi dan perawat dapat menjadi satu paket pelayanan yang komprehensif dan tidak terpisahkan,” ujarnya.
Visi kemitraan ini adalah adanya minimal satu orang spesialis perawat onkologi di setiap rumah sakit yang memberikan pelayanan kanker.
Untuk mencapainya diperlukan langkah-langkah strategis yang melibatkan berbagai pihak mulai dari pengembangan peran perawat spesialis di rumah sakit serta standar profesi, pengembangan kompetensi melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, pengembangan infrastruktur pendukung serta kebijakan yang menjadi acuan pengembangan profesi.
Langkah komprehensif inilah yang akan memampukan para tenaga spesialis perawat onkologi memberikan sumbangsih terbaiknya bagi peningkatan kualitas hasil penatalaksanaan kanker di Indonesia.
(*)
Baca Juga: Cara Menjadi Perawat seperti Karakter Yoona SNSD di Drakor Big Mouth