Parapuan.co - Sosok Rode Ajomi menjadi salah satu perempuan yang layak dianggap sebagai Srikandi untuk Negeri.
Terlebih jika melihat bahwa Rode Ajomi menjadi perempuan Papua pertama yang memegang jabatan eksekutif di PT Freeport Indonesia.
Hal ini menarik mengingat PT Freeport Indonesia (PTFI) bergerak di industri pertambangan, yang mana perempuan masih menjadi minoritas.
Kendati demikian dalam wawancara Rode Ajomi bersama PARAPUAN awal Desember 2023, pihaknya menyebut kesenjangan gender hampir tidak ada di PTFI.
Alih-alih membahas kesenjangan pekerja perempuan dan laki-laki, Rode Ajomi fokus membagikan inspirasi dengan menceritakan perjalanan kariernya. Yuk, simak!
Dari Teknisi Jadi Manager
Rode Ajomi memulai kariernya di PTFI pada tahun 2003 setelah lulus dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Alumni jurusan Teknik Industri tersebut ditempatkan sebagai teknisi di Grasberg, divisi PTFI yang fokus dalam pertambangan emas.
"Awalnya saya bekerja di bagian technician. Jadi waktu itu ada satu departemen yang memang technical service yang mengurus seluruh Grasberg Corporation," kata Rode.
Baca Juga: Kisah Annisa Pratiwi Srikandi untuk Negeri Berdayakan Perempuan untuk Bisnis Makanan Sehat
Tahun 2004, Rode menjadi nonstaf Freeport, kemudian bekerja sebagai staf di PTFI pada 2005.
Setelah 20 tahun berkarier di Freeport, September 2023 Rode Ajomi diangkat untuk menempati posisi eksekutif, yaitu sebagai manajer.
Ia tidak menyangka mendapatkan peluang menjadi manajer mengingat banyaknya tantangan yang dihadapinya di lapangan selama berada di posisi staf di Grasberg.
Tantangan dan Prestasi Rode Ajomi
Tak dapat dimungkiri Rode menghadapi banyak tantangan selama bekerja di Freeport hingga diangkat menjadi manajer.
Salah satunya karena faktor alam, di mana ia sebagai perempuan harus akrab dengan cuaca dan kondisi di pertambangan.
"Di Grasberg curah hujannya 4.200 mm per tahun di ketinggian hampir 4.000 meter. Kantor kami ini berada di ketinggian hampir 4.000 meter, tepatnya di 3.995 meter di atas permukaan laut," ujar Rode.
Namun, beruntung ia tidak pernah merasakan adanya kesenjangan atau konflik yang dirasakan secara personal antar karyawan.
"Tapi, bagusnya di Freeport ini kesetaran gender itu jadi salah satu hal yang diperhatikan. Jadi kami tidak ada yang perlu dikhawatirkan," ungkap Rode.
Baca Juga: Sharing Srikandi untuk Negeri, Cerita Tri Buana Desy Tertantang Atasi Masalah Sosial di Indonesia
"Sebagai wanita yang sudah bekerja di PTFI selama 20 tahun ini, saya tidak pernah menemukan permasalahan ke saya pribadi juga," imbuhnya.
Lebih lanjut, Rode menekankan bahwa karyawati mempunyai peluang yang sama dengan pekerja laki-laki di Freeport.
Adapun PTFI sendiri mempunyai berbagai program pemberdayaan diri yang bermanfaat bagi karyawan, khususnya perempuan.
"Di Freeport sudah ada Papuan Bridge Program, yaitu program bimbingan selama tiga bulan ketika masuk sebagai karyawan," terang Rode Ajomi.
"Kemudian ada sekitar 3.500 lulusan Institut Pertambangan Nemangkawi bekerja di Freeport. Termasuk juga perempuan-perempuan lulusan sana," katanya lagi.
Pada tahun 201, PTFI mempunyai program PSHCD (Papuan Sustainable Human
Capital Development).
Dari situ, Freeport merekrut karyawan dari tujuh suku di Papua yang wilayahnya berada di sekitar PTFI, baik laki-laki maupun perempuan.
Apa pun latar belakang pendidikan mereka, staf dari tujuh suku ini akan diberi pelatihan sebelum masuk ke divisi.
Wah, keren juga ya Kawan Puan? Mungkin kamu jadi tertarik bekerja di industri tambang setelah menyimak perjalanan karier Rode Ajomi?
Baca Juga: Ledia Hanifa Amaliah, Srikandi untuk Negeri yang Perjuangkan Hak Disabilitas dari Kursi Dewan
(*)