Parapuan.co – Beberapa tahun belakangan, popularitas pinjaman online (pinjol) melesat di kalangan masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak? Selain karena proses pendaftaran yang mudah, pinjol juga menawarkan pencairan dana pinjaman yang relatif cepat.
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2023, penerima pinjol selama dua tahun terakhir didominasi oleh kelompok anak muda di usia produktif, yaitu di bawah 35 tahun.
Sementara itu, dilansir dari analisis Kompas.id menggunakan data OJK yang sama, setidaknya ada 2,6 juta nasabah pinjol yang kesulitan mengembalikan dana pinjaman atau macet dalam membayar. Ironisnya, 57 persen dari total nasabah yang kesulitan membayar tersebut berasal dari kelompok anak muda di bawah 35 tahun.
Dari data tersebut, ditemukan bahwa alasan anak muda sulit mengembalikan dana pinjaman adalah adanya ketimpangan antara kemampuan ekonomi mereka dengan jumlah pinjaman yang diajukan. Hal ini disinyalir disebabkan oleh kurangnya literasi dalam menyikapi produk pinjaman.
Baca Juga: OJK Terbitkan Surat Edaran Aturan Baru Terkait Pinjol, Ini 9 Poin Pentingnya
Kondisi kewalahan untuk membayar cicilan, mendorong banyak orang memilih jalur “instan” untuk melepaskan diri dari kewajiban mencicil utang, yaitu melakukan gerakan gagal bayar atau galbay. Padahal, hal ini malah semakin membahayakan kondisi finansial mereka.
Opsi galbay hanya akan menambah beban utang nasabah. Selain itu, nasabah juga akan terus menerima tagihan dari pihak pinjol sampai cicilan utangnya dibayar, meskipun ia menggunakan layanan pinjol legal.
Selain gerakan galbay, fenomena lain yang merebak adalah penggunaan jasa joki pinjol. Jasa ini biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat yang memiliki rekam jejak kredit (credit scoring) bermasalah.
Sekilas, joki pinjol tampak seperti penyelamat bagi mereka yang memiliki credit scoring buruk. Namun, menggunakan jasa joki pinjol justru dapat mendatangkan masalah baru.
Melansir Kompas.com, joki pinjol biasanya memasang tarif jasa yang tinggi, minimal 10 persen dari total dana pinjaman yang cair. Biaya ini belum termasuk bunga pinjaman yang ditetapkan oleh pihak joki, sehingga berisiko membuat nasabah terjebak jeratan utang yang semakin berat sehingga tak mampu membayar cicilannya.
Baca Juga: Catat, Ini 6 Tips Memanfaatkan Pinjaman Online Tanpa Merasa Terjebak
Pentingnya literasi keuangan dan digital
Fenomena galbay dan pemanfaatan joki pinjol disinyalir muncul karena kurangnya tingkat literasi generasi muda terkait perencanaan keuangan sebelum menggunakan produk pinjaman.
Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dirilis OJK pada 2022 mencatat, literasi keuangan di Indonesia memang masih berada di angka yang relatif rendah, yaitu 49,68 persen.
Rendahnya literasi keuangan masyarakat Indonesia membuat keberadaan layanan pinjol menjadi polemik. Bahkan, tak sedikit masyarakat mudah memercayai misinformasi seputar pinjol di media sosial tanpa mengecek kebenarannya.
Banyak pemberitaan mengenai berbagai ancaman yang mengintai nasabah apabila tidak mampu melunasi cicilan pinjol. Selain itu, ada juga nasabah pinjol yang merasa dirugikan dengan besaran bunga yang dianggap tak masuk akal. Namun, masyarakat tidak mengecek lebih lanjut apakah layanan yang digunakan sudah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Baca Juga: Ramai Soal Tagihan Pinjol, Kenali Jenis-Jenis Biaya Layanan Pinjaman Online
Pasalnya, melansir laman resmi ojk.go.id, OJK memperbolehkan pihak penyedia pinjol resmi atau peer-to-peer (P2P) lending legal untuk melakukan penagihan bagi nasabah yang telat membayar cicilan, tetapi tidak menggunakan ancaman kekerasan.
Oleh sebab itu, apabila ada nasabah yang menerima ancaman dari pihak pinjol, kemungkinan mereka menggunakan layanan pinjol ilegal yang tidak diawasi oleh OJK.
Terkait bunga, besaran bunga yang ditawarkan oleh penyedia pinjol atau P2P lending bisa bervariasi. Apabila ada keterlambatan membayar, bunga atau dendanya bisa bertambah. Oleh karena itu, OJK selalu mengimbau masyarakat agar mencermati kontrak perjanjian sebelum meminjam, termasuk besaran bunga dan denda bayarnya.
Edukasi masyarakat dapat menjadi solusi
Layanan pinjol dapat dikatakan bagai dua sisi mata uang. Di satu sisi, layanan ini dapat memudahkan masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap layanan perbankan untuk mendapatkan pendanaan, baik untuk memenuhi kebutuhan maupun mengembangkan usaha, khususnya masyarakat yang unbankable.
Di sisi lain, kemudahan akses pinjaman yang ditawarkan terkadang membuat masyarakat terlena untuk meminjam tanpa memperhitungkan kemampuan untuk melunasinya. Akibatnya, mereka berisiko terjebak jeratan utang yang terlalu berat sehingga tak mampu membayar cicilannya.
Baca Juga: 6 Batasan Finansial yang Perlu Dipatuhi oleh Pasangan Menikah
Agar masyarakat dapat memanfaatkan layanan pinjol dengan tepat, berbagai perusahaan fintech di Indonesia pun terus berupaya untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat. Hal ini dilakukan pula oleh perusahaan P2P lending AdaKami.
Brand Manager AdaKami Jonathan Kriss mengatakan, selain meningkatkan literasi keuangan, pihaknya juga fokus meningkatkan literasi digital karena masyarakat Indonesia masih rentan terhadap misinformasi di ruang digital.
“Kemampuan dasar yang harus dimiliki tidak hanya terbatas dalam mengatur keuangan dengan bijak, tapi juga kemampuan mencari dan mencerna dan membagikan informasi yang berdasar dan terpercaya,” kata Jonathan.
Terkait misinformasi, Jonathan mengungkapkan pihaknya menemukan adanya lonjakan laporan dari nasabah selama periode September dan Oktober 2023. Salah satunya, laporan mengenai adanya tawaran pinjaman dari orang tak dikenal melalui WhatsApp, kemudian orang tersebut mengarahkan nasabah untuk melakukan transaksi di luar ketentuan aplikasi AdaKami.
Selain itu, Jonathan juga kerap menerima laporan meningkatnya jumlah akun palsu yang mengatasnamakan AdaKami di media sosial. Bahkan, akun-akun tersebut dipromosikan melalui iklan.
Baca Juga: OJK Jelaskan Persamaan Pinjol Ilegal dengan Judi Online, Seperti Apa?
“Melihat dampak kerugian yang dialami nasabah akibat kurangnya kewaspadaan dalam mencerna informasi dan bertransaksi digital, Adakami terus menghimbau masyarakat untuk terus berhati-hati dan lebih bijak dalam mencerna informasi, terutama sebelum melakukan transaksi keuangan,” kata Jonathan.
Dia juga menjelaskan, sejak beroperasi pada 2019, AdaKami terus melakukan kampanye komunikasi yang berfokus pada ajakan kepada masyarakat untuk menjadi bagian dari Generasi Bijak Finansial Bersama AdaKami.
Kampanye itu direalisasikan melalui rangkaian kegiatan edukasi yang aktif digelar secara offline dan online.
“Beberapa tujuan yang kami highlight adalah masyarakat dapat memahami aturan main produk keuangan terutama P2P lending, menghitung cashflow, mengajukan pinjaman sesuai kemampuan, mencerna informasi sebelum melakukan transaksi keuangan, serta ajakan anti judi online dan joki pinjol,” jelasnya.
Selain mengedukasi masyarakat, Jonathan juga mengatakan pihaknya terus meningkatkan layanan customer service resmi yang responsif dan informatif di nomor 15000-77 atau hello@cs.adakami.id.