Sayangnya, Dilla memaparkan bahwa perempuan jarang dilibatkan dalam diskusi-diskusi peribahan iklim.
"Pengalaman terkuat, perempuan jarang dilibatkan dalam diskusi-diskusi perubahan iklim dan apalagi terkait kebijakan, karena memang mungkin dari segi pengambil kebijakannya sendiri merasa perempuan tidak berkepentingan," lanjutnya.
"Sehingga perempuan sendiri merasa 'Oh ini bukan ranahnya saya deh', kayanya bukan saya tidak berkepentingan," imbuhnya.
Padahal kondisi yang terjadi sebaliknya, Dilla menegaskan perempuan memiliki pengalaman dan kepentingan yang terkait dengan diskusi-diskusi perubahan iklim.
Rangkaian "Program Literasi Iklim untuk Ibu" akan dilanjutkan dengan serangkaian program literasi iklim yakni:
- Pengembangan modul literasi iklim untuk ibu
- Pengembangan buku anak bertema krisis iklim
- Diskusi buku
- Kompetisi ulasan buku
- Seminar
- Lokakarya
- Pelatihan
- Edukasi-edukasi iklim melalui konten media sosial.
Baca Juga: Pangan Indonesia Terancam Punah, Sejauh Mata Memandang Hadirkan Pameran Kedai Kita
(*)