Ditegaskan oleh Cohen bahwa dilema yang dihadapkan perempuan di era sekarang ini adalah akumulasi dari berbagai hal yang telah terjadi pada kaum hawa di masa lampau.
Misalnya saja, dia telah melihat orang-orang dalam hidupnya menghakimi perempuan karena hamil dan perusahaan berusaha untuk tetap terhubung dengan perempuan saat mereka sedang cuti melahirkan.
Inilah yang membuat perempuan kerap menghabiskan banyak energi emosional dalam mengambil keputusan untuk memiliki anak, karena sering kali khawatir terhadap dampak pada kariernya.
Bukannya tanpa alasan. Berdasarkan penelitian oleh University of South Australia tentang tingkat diskriminasi di tempat kerja terhadap wanita hamil dan orang tua yang bekerja, menunjukkan bahwa karyawan diperlakukan secara berbeda oleh atasan sejak mereka mengumumkan bahwa mereka hamil.
"Ketika seorang karyawan memberi tahu atasannya bahwa mereka hamil, kami melihat tren bahwa mereka mulai diperlakukan berbeda, mereka mulai diberi pekerjaan yang kurang bermakna, tugas-tugas yang lebih remeh, dan pendapat-pendapat yang tidak dihiraukan," ujar peneliti University of South Australia, Dr Rachael Potter.
Ia menambahkan, ketika para perempuan mengumumkan bahwa mereka hamil, ada ketakutan bahwa mereka kehilangan kesempatan berkarier.
Tekanan pun tak hanya sampai di situ, karena pasca melahirkan, ibu bekerja mengalami diskriminasi yang lebih buruk di kantor.
"Lebih dari separuh responden melaporkan bahwa mereka dianggap sebagai karyawan yang kurang berkomitmen, karena mereka bekerja paruh waktu, atau mereka memiliki kebutuhan mengasuh anak," ujarnya.
Dalam penelitian Dr Potter juga terkuak bahwa beberapa perempuan merasa tempat kerja tidak aman bagi ibu bekerja.
Baca Juga: 4 Tips Hadapi Rasa Takut Memulai Karier Baru di Awal Tahun 2024