3. Memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) sebelum mengajukan sertifikasi halal bagi produk hasil ide usaha kamu.
4. Punya hasil penjualan tahunan atau omzet maksimal Rp500 juta yang dibuktikan dengan pernyataan mandiri.
5. Punya lokasi, tempat, dan alat Proses Produk Halal (PPH) terpisah dari lokasi, tempat, dan alat proses produk tidak halal.
6. Memiliki atau tidak memiliki surat izin edar (PIRT/MD/UMOT/UKOT), Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) untuk produk makanan/minuman dengan daya simpan kurang dari 7 hari, atau izin industri lain atas produk yang dihasilkan dari dinas/instansi terkait.
7. Produk yang dihasilkan berupa barang yang tertera dalam rincian jenis produk dalam lampiran keputusan BPJPH.
8. Bahan yang digunakan sudah dipastikan kehalalannya.
9. Produk yang dihasilkan dari peluang bisnis kamu tersebut tidak mengandung bahan berbahaya.
10. Telah diverifikasi kehalalannya oleh pendamping proses produk halal.
11. Jenis produk atau kelompok produk yang disertifikasi tidak mengandung unsur hewan hasil sembelih, kecuali berasal dari produsen atau rumah potong hewan atau rumah potong unggas yang sudah bersertifikat halal.
Baca Juga: Definisi Investasi Syariah dan 3 Jenis Produk yang Halal, Apa Saja?