Parapuan.co – Tahun Baru Imlek rutin dirayakan masyarakat berdarah Tionghoa di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Perayaan biasanya termasuk berbagai acara kebudayaan, mulai dari pertunjukan barongsai, tarian naga, hingga pawai dan karnaval.
Tak ketinggalan, hiasan lentera, kostum tradisional, hingga bazar kuliner juga ikut dihadirkan untuk memeriahkan acara ini.
Bagi Kawan Puan yang merayakan Tahun Baru Imlek, salah satu tradisi yang selalu dinantikan adalah pembagian angpao, yakni amplop merah berisi uang.
Tradisi pemberian angpao sendiri merupakan warisan budaya dari zaman dinasti Qin di Tiongkok pada 221 SM hingga 206 SM.
Baca Juga: Jelang Imlek, Berikut Ini 3 Jenis Ikan yang Dipercaya Bawa Hoki
Awalnya, angpao yang diberikan adalah uang koin berlubang yang diikat dengan benang merah dan disebut yä sui qián.
Pakar branding bussiness to bussiness (B2B) Lia Sidik mengatakan, pemberian angpao dilakukan para orangtua untuk mengusir roh jahat sekaligus mencegah agar anak-anak mereka terhindar dari nasib buruk.
Seiring berjalannya waktu, bentuk angpao pun berubah. Di era modern, angpao berisi uang kini diberikan melalui amplop berwarna merah dengan simbol naga, burung phoenix, dan corak emas.
"Simbol-simbol ini dianggap membawa kemakmuran dan kesejahteraan oleh masyarakat keturunan Tionghoa di seluruh dunia. Karena itu, simbol tersebut juga banyak digunakan pada logo-logo bisnis,” kata Lia Sidik.
Selain menciptakan suasana ceria dan meriah untuk acara perayaan, warna merah menurut fengshui juga dianggap sebagai simbol cinta dan kemesraan.
“Pengetahuan budaya dan fengshui ini juga cocok diterapkan pada bisnis, utamanya bagi heritage brand,” tambah Lia.
Agar makna angpao sebagai pembawa rezeki dan nasib baik tercapai, Lia menjelaskan bahwa terdapat lima aturan yang perlu diperhatikan oleh para pemberinya.
Pertama, amplop angpao harus berwarna merah dan tidak boleh diisi dengan nominal uang yang mengandung angka 4.
“Angka 4 sering dihindari karena bunyinya yang mirip dengan kata "si" yang berarti "mati". Oleh sebab itu, angka tersebut dihindari dan dianggap sebagai pertanda kurang baik,” ungkap Lia.
Selanjutnya, jumlah uang yang diberikan juga tidak boleh berisi memiliki nominal ganjil. Angpao juga tidak boleh dititipkan, alias harus diberikan langsung kepada sang penerima.
“Jumlah uangnya bisa bervariasi sesuai kemampuan, asalkan tidak bernilai ganjil. Angpao juga harus menggunakan uang yang bersih dan rapi untuk menunjukkan rasa syukur atas rejeki yang didapat sepanjang tahun,” jelasnya.
Seiring berjalannya waktu, tradisi angpao juga ikut mencerminkan solidaritas dan inklusivitas dalam bermasyarakat.
“Ini dibuktikan dengan munculnya tradisi pemberian angpao pada hari raya lain di Indonesia. Kedua tradisi ini memiliki makna yang sama, yakni mengukuhkan hubungan keluarga dan membangun kepercayaan antara pemberi dan penerima,” ujar Lia.