Parapuan.co - Ketidaksetaraan gender masih menjadi isu hangat di Indonesia dan memengaruhi kesejahteraan perempuan.
Ketika dihubungi oleh PARAPUAN pada (13/02/2024) dalam rangka acara World Government Summit, Menteri Sosial, Tri Rismaharini, mengungkap bahwa di Indonesia perempuan dan laki-laki setara.
"Kalau menurut saya di Indonesia kita sudah setaralah, nah yang jadi masalah adalah adanya budaya," kata Risma.
"Sebetulnya peluang dan kesempatan itu sudah ada, cuma memang ada beberapa budaya di beberapa daerah yang ada anggapan bahwa Perempuan itu harus ada di rumah," lanjutnya.
Menurut Risma, budaya tentang perempuan harus ada di rumah dan merawat anak-anak saja masih berlaku di daerah tertentu.
Risma menegaskan bahwa kesejahteraan perempuan berdampak pada kesejahteraan anak-anak, maka selaku menteri sosial ia pun berusaha mencari jalan tengah.
Artinya perempuan bisa meningkatkan kapasitas hidup tanpa harus meninggalkan anak-anak di rumah.
"Dengan kemajuan teknologi seperti sekarang, dengan perkembangan dunia sperti ini, itu sudah sangat dimungkinkan seorang perempuan bisa berkarier di rumah seperti itu," paparnya.
Pihak Ibu dan Bapak Harus Jadi Mesin Ekonomi
Baca Juga: Pekerjaan Perawatan Kerap Dibebankan pada Perempuan, Bisa Picu Masalah Mental
Risma menyatakan bahwa jika sudah berkeluarga, kesejahteraan perempuan dan laki-laki tak dibedakan karena berdampak pada anak.
"Kalau kesejahteraan keluarga turun dampaknya ke anak, oleh sebab itu saya mencarikan solusi," terangnya.
"Kita perlu mencari jalan tengah, ibu bisa meningkatkan ekonominya di rumah. Sehingga peran dari pada ibu, masih tetap bisa namun ekonomi tetep bis berjalan," imbuhnya.
Risma menyatakan keluarga yang miskin hanya punya satu mesin ekonomi, yakni bapak atau suaminya saja.
"Karena itu, yang kita coba hidupkan itu adalah bagaimana menghidupkan mesin yang kedua yakni ibu-ibunya atau istrinya dengan mereka bisa berusaha atau berkarya sehingga dia mendapatkan tambahan pendapatan tapi tetap ada di rumah," terang Risma.
Program Pahlawan Ekonomi Nusantara
Menteri Sosial Risma memaparkan untuk meningkatkan kondisi ekonomi kelompok miskin, ia punya program Pahlawan Ekonomi Nusantara (PENA).
PENA sendiri merupakan program buatan Risma yang telah ia jalankan sejak 2010 saat menjabat menjadi Walikota Surabaya.
Baca Juga: Memerangi Bias, Ini Tantangan Perempuan di Sektor Keamanan dan Pertahanan
"Jadi sebetulnya saya sudah punya pengalaman di Surabaya, saya membuat program namanya Pahlawan Ekonomi. Sengaja saya sebut Pahlawan Ekonomi karena itu saya buka di bulan November, Hari Pahlawan," ungkap Risma.
"Setelah saya jadi walikota, saya mulai dengan 19 orang, saat itu pesertnya Pahlawan Ekonomi, setelah itu saya keluar 2020 itu 85 ribu pesertanya," terangnya.
"Saya bayangkan seorang ibu yang kemudian meningkatkan pendepataan untuk keluarganya itu pahlawan. Setelah 10 tahun berjalan, saya masuk mensos, mereka sudah banyak menjadi miliader bukan jutawan," lanjutnya.
Bahkan melalui program Pahlawan Ekonomi tersebut, Risma menjelaskan bahwa para suami pun keluar pekerjaan dan membantu membesarkan usaha yang dirintis oleh istrinya.
Bahkan, anak-anak dari keluarga Pahlawan Ekonomi bisa kuliah, masuk ke perguruan tinggi, kemudian mengembangkan dan mewarisi usaha yang telah dirintis orang tuanya.
"(Berkaca dari Pahlawan Ekonomi) peran pun bisa dijalankan secara paralel, tanpa perlu menentang perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Tapi bagaimana bisa berkolaborasi tanpa merasa saling dikalahkan," imbuhnya.
Program Pahlawan Ekonomi pun ia lanjutkan dalam skala nasional dengan nama Pahlawan Ekonomi Nusantara (PENA).
"Saya lanjutkan di Kementerian Sosial saat itu 2022, kita sudah bisa dalam waktu empat bulan, kita sudah mengeluarkan dari keluarga miskin itu 10 ribu lebih," kata Risma.
Berdasarkan data dari Kemensos pada 2022, penerima PENA sebelum diintervensi sebanyak 12.967 keluarga penerima manfaat (KPM).
Progam ini pun berhasil dijalankan sebab penerima PENA yang pendapatnnya meningkat dan sudah ada di atas garis kemiskinan sebanyak 10.886 KPM, yang mana 2.259 sudah ada di atas UMK.
Menariknya program PENA ini 90 persen pesertanya adalah perempuan, ibu-ibu, dan juga para disabilitas.
Tantangan Kemensos dalam Meningkatkan Kesetaraan Gender
Dalam meningkatkan kesetaraan gender demi meningkatkan kesejahteraan ekonomi menurut Risma banyak.
"Tantangan yang utama adalah sebagian besar pendidikannya masih SD, SMP, nah sehingga saat mengajari kan menggunakan online, menggunakan elektronik, kadang ada kesulitan," ucap Risma.
"Tapi untuk kemauan mereka sangat pekerja keras, mereka orang yang tidak mudah menyerah, merek aoptimis agar perubahan ,perubahan pula di anak-anaknya," tutup Risma.
Baca Juga: Film Tiger Stripes dan Cerita Pengalaman Menstruasi Pertama Perempuan
(*)