“Kami percaya kebijakan ramah gender bisa memberikan banyak manfaat, tidak hanya bagi karyawan dan perusahaan tetapi untuk lingkungan yang lebih luas lagi,” Willy menambahkan.
Johanna Gani, CEO Grant Thornton Indonesia dalam acara media talkshow bertema Women's Confidence in the Face of Inclusivity di Kila Kila by Akasya, SCBD, Jakarta Selatan, Kamis, (7/3/2024) menyoroti pentingnya peran CEO dalam mendorong adanya perempuan di posisi kepemimpinan perusahaan maupun organisasi.
Baca Juga: Menurut Survei, Ini 9 Fakta Pandangan Perempuan Asia Soal Kesetaraan di Dunia Kerja
"Peran penting CEO ini juga bukan sendiri tapi harus semua pemimpin di dalam organisasi itu untuk bisa bersama-sama, komitmen juga dengan para pemimpin perempuannya untuk bisa bersama-sama mengusahakan, mengupayakan untuk dapat menjadikan isu kesetaraan ini prioritas di dalam organisasinya," tutur Johanna.
"Berdasarkan riset Grant Thornton sendiri jika menghitung setiap peran manajemen senior yang memimpin, persentase perempuan di posisi manajemen senior akan meningkat ketika seorang anggota C-suite, dengan jenis kelamin apapun, memimpin bersama dengan perempuan senior. Jadi harus ada kolaborasi antara pemimpin organisasi dengan pemimpin perempuan di organisasi," tambahnya.
Tentunya mendorong kesetaraan gender adalah pekerjaan bersama yang tidak hanya dibebankan kepada perempuan.
Keterlibatan laki-laki dalam mengubah nilai-nilai patriarkal yang sudah mengakar dan menggeser cara pandang sangat menentukan keberhasilan dari upaya mencapai kesetaraan gender.
Dan salah satu cara yang efektif untuk mengubah norma dan cara pandang adalah melalui pendidikan dan budaya.
Hal ini yang diperjuangkan oleh Aliansi Laki-Laki Baru (ALB), sebuah gerakan yang bertujuan untuk mempromosikan dan memperjuangkan nilai-nilai kesetaraan gender dan membangun paradigma baru tentang menjadi laki-laki.
Lewat berbagai berbagai kegiatan seperti advokasi, kampanye, produksi pengetahuan, serta pelatihan, ALB mendorong keterlibatan laki-laki dalam upaya penting ini.
Wawan Suwandi, Koordinator Nasional ALB, menekankan bahwa laki-laki tidak perlu merasa malu memiliki posisi setara dengan perempuan.
”Selain perempuan bukan ancaman, mereka merupakan mitra kerja yang dapat diandalkan. Menganggap perempuan tidak pantas bekerja di ranah publik, justru seperti menunjukan sikap inferior dan meragukan kualitas diri,” tambah Wawan.
Perjuangan mewujudkan kesetaraan gender di tempat kerja ini juga bisa dipupuk sejak dari rumah.
Membangun cara pandang dan sikap yang tidak diskriminatif gender dapat dimulai dari pola asuh dalam keluarga yang memperkenalkan nilai-nilai kesetaraan, penghargaan, dan keadilan.
Misalnya, ayah bisa menjadi role model bagi anak-anaknya dengan mempraktikkan berbagi beban domestik, terlibat dalam pengasuhan, tidak memprioritaskan anak laki-laki dan mengenyampingkan anak perempuan, dan membangun relasi sehat dalam keluarga.
Upaya memutus rantai diskriminasi berbasis gender di dunia kerja juga dapat dimulai dari dunia pendidikan yang memberikan insight bahwa perempuan dan laki-laki sama-sama dapat meraih apa yang mereka mimpikan.
Baca Juga: Artificial Intelligence (AI) dan Masa Depan Kesetaraan Gender
(*)