Tujuan Terkait
Tujuan Lestari terkait

Hari Perempuan Internasional, Momen Penting untuk Mendorong Kesetaraan Gender di Tempat Kerja

Rizka Rachmania - Kamis, 7 Maret 2024
Hari Perempuan Internasional atau International Women's Day jadi momen penting untuk mendorong kesetaraan gender di tempat kerja.
Hari Perempuan Internasional atau International Women's Day jadi momen penting untuk mendorong kesetaraan gender di tempat kerja. Angelina Bambina

Parapuan.co - Hari Perempuan Internasional atau International Women's Day yang diperingati setiap tanggal 8 Maret jadi momentum penting untuk selalu mengupayakan kesetaraan gender di semua sektor, termasuk tempat kerja.

Tahun 2024 ini, Hari Perempuan Internasional mengangkat tema Invest in Women: Accelerate ProgressTema ini dipilih karena sampai saat ini isu-isu terkait kesetaraan gender masih menjadi tantangan besar.

Salah satunya adalah isu kesetaraan gender yang kerap ditemui di perusahaan maupun tempat kerja. Mendorong kesetaraan gender di tempat kerja membutuhkan komitmen dan investasi yang serius dan berkelanjutan, yang hasilnya menguntungkan semua, baik karyawan maupun perusahaan.

Dalam diskusi panel Equity Talk yang bertemakan “Invest in Women, Invest in All: How Gender Equality Benefits Everyone” diselenggarakan oleh Magdalene.co bekerjasama dengan Unilever Indonesia, di KALA di Kalijaga, Jakarta Selatan, Selasa, (5/3/2024), isu kesetaraan gender di tempat kerja jadi topik bahasan.

Perlu Kawan Puan ketahui bahwa salah satu indikator dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) adalah semua orang, apapun gendernya, mendapatkan manfaat dari pembangunan.

Namun budaya patriarki yang mengakar menumbuhkan cara pandang, norma, bahkan kebijakan yang bias gender, sehingga terus menjadi hambatan untuk mencapai tujuan ini.

Di Indonesia, meskipun secara khusus tidak lagi ada halangan bagi perempuan untuk bekerja, dalam membangun karier, pekerja perempuan masih banyak mengalami hambatan.

Mulai dari budaya dan konstruksi sosial yang melanggengkan berbagai bentuk diskriminasi berbasis gender serta membebankan kerja perawatan kepada perempuan, hingga pelecehan seksual.

Dari sisi kepemimpinan, ketimpangan berbasis gender juga masih terlihat jelas. Menurut laporan Grant Thornton bertajuk Women in Business 2024 dengan tema Pathways to Parity: 20 Years of Women in Business Insights belum banyak perempuan berada di jajaran kepemimpinan.

Baca Juga: Memerangi Bias, Ini Tantangan Perempuan di Sektor Keamanan dan Pertahanan

Meskipun persentase perempuan yang menempati level manajemen senior secara global telah meningkat dari 19,4% menjadi 33,5% selama dua dekade, namun lajunya tetap relatif lambat dengan mengalami peningkatan hanya 1,1% dari tahun lalu.

Grant Thornton pun menyebutkan bahwa dengan laju seperti ini, kesetaraan tidak akan bisa tercapai hingga tahun 2053. Di sisi lain, mengisi gap kepemimpinan perempuan menjadi penting untuk memastikan adanya kebijakan yang inklusif.

“Pekerjaan perawatan tak berbayar, yang menjadi tantangan bagi perempuan untuk berpartisipasi dalam ekonomi, sering kali luput dari perhatian. Padahal, mengurangi pekerjaan perawatan tak berbayar berpotensi menciptakan hampir 300 juta lapangan kerja pada tahun 2035," ungkap Dwi Faiz, Head of Programmes, UN Women Indonesia dalam diskusi panel Equity Talk.

Dwi Faiz pun menyoroti betapa pentingnya keberadaan perempuan di jajaran kepemimpinan suatu perusahaan demi proses pengambilan keputusan terkait isu yang berdampak bagi perempuan masuk dalam kebijakan di dunia kerja.

“Perspektif perempuan di posisi pengambilan keputusan sangat penting untuk memastikan isu yang berdampak bagi perempuan, seperti pekerjaan perawatan tak berbayar, masuk dalam kebijakan di dunia kerja. Meningkatkan kepemimpinan perempuan tidak hanya menjadikan dunia bisnis lebih inklusif, tetapi juga menguntungkan bagi semua," tambahnya.

Perlu Kawan Puan ketahui bahwa mencapai kesetaraan gender di tempat kerja itu tidak hanya soal memberdayakan karyawan perempuan, namun juga menjamin hak, akses dan kesempatan yang sama bagi semua karyawan, apapun gendernya.

Kebijakan yang sensitif gender juga mendorong produktivitas dan inovasi, mempertahankan karyawan berprestasi serta menjadi daya tarik untuk merekrut talenta baru.

Namun sayangnya masih banyak perusahaan yang belum menganggap tercapainya kesetaraan gender sebagai sebuah prioritas.

Pada saat yang sama, banyak juga perusahaan yang mulai memahami, namun tidak memiliki kapasitas untuk mulai menciptakan lingkungan kerja yang ramah gender serta menjamin dan menawarkan hak dan kesempatan yang sama secara gender.

Baca Juga: Benarkah Pekerjaan Perawatan Hanya untuk Perempuan? Ini Kata Ahli

Indonesian Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE), sebuah organisasi yang mempromosikan pemberdayaan ekonomi perempuan dan kesetaraan gender, mengatakan komitmen kepemimpinan perusahaan sangat penting dalam perjalanan mencapai kesetaraan gender di tempat kerja.

Zelda Lupsita, Program Manager IBCWE, mengatakan,"Perusahaan harus memulai dengan komitmen yang berasal dari top leadership. Setelah itu, perusahaan melakukan peninjauan kebijakan yang ada, apakah sudah inklusif atau masih ada hal-hal yang perlu diperbaiki. Lebih lanjut, melakukan edukasi kepada seluruh karyawan agar memiliki persepsi yang sama tentang pentingnya kesetaraan gender di tempat kerja,"

Unilever Indonesia adalah salah satu perusahaan yang sudah memiliki contoh untuk mencapai keadilan gender di tempat kerja lewat berbagai kebijakan perusahaan dan inisiatif korporat maupun brand-brand mereka.

Willy Saelan, Human Resources Director Unilever Indonesia menyampaikan bahwa keadilan gender adalah pilar penting dari sebuah perusahaan.

"Mengimplementasikan equity atau keadilan di lingkungan kerja artinya membangun lingkungan dan budaya yang sehat, yang dapat membantu talenta-talenta dari berbagai latar belakang, kemampuan, keunikan dan kebutuhan punya kesempatan yang sama untuk berkembang," tuturnya.

Terkait dukungan kebijakan keadilan gender di dalam perusahaan, Unilever memiliki beberapa upaya misalnya, waktu kerja yang fleksibel, fasilitas daycare, ruang laktasi, hak cuti melahirkan selama empat bulan bagi ibu, dan cuti untuk para ayah (paternity leave) selama tiga minggu. 

“Kami percaya kebijakan ramah gender bisa memberikan banyak manfaat, tidak hanya bagi karyawan dan perusahaan tetapi untuk lingkungan yang lebih luas lagi,” Willy menambahkan.

Johanna Gani, CEO Grant Thornton Indonesia dalam acara media talkshow bertema Women's Confidence in the Face of Inclusivity di Kila Kila by Akasya, SCBD, Jakarta Selatan, Kamis, (7/3/2024) menyoroti pentingnya peran CEO dalam mendorong adanya perempuan di posisi kepemimpinan perusahaan maupun organisasi.

Baca Juga: Menurut Survei, Ini 9 Fakta Pandangan Perempuan Asia Soal Kesetaraan di Dunia Kerja

"Peran penting CEO ini juga bukan sendiri tapi harus semua pemimpin di dalam organisasi itu untuk bisa bersama-sama, komitmen juga dengan para pemimpin perempuannya untuk bisa bersama-sama mengusahakan, mengupayakan untuk dapat menjadikan isu kesetaraan ini prioritas di dalam organisasinya," tutur Johanna.

"Berdasarkan riset Grant Thornton sendiri jika menghitung setiap peran manajemen senior yang memimpin, persentase perempuan di posisi manajemen senior akan meningkat ketika seorang anggota C-suite, dengan jenis kelamin apapun, memimpin bersama dengan perempuan senior. Jadi harus ada kolaborasi antara pemimpin organisasi dengan pemimpin perempuan di organisasi," tambahnya.

Tentunya mendorong kesetaraan gender adalah pekerjaan bersama yang tidak hanya dibebankan kepada perempuan.

Keterlibatan laki-laki  dalam mengubah nilai-nilai patriarkal yang sudah mengakar dan menggeser cara pandang sangat menentukan keberhasilan dari upaya mencapai kesetaraan gender.

Dan salah satu cara yang efektif untuk mengubah norma dan cara pandang adalah melalui pendidikan dan budaya.

Hal ini yang diperjuangkan oleh Aliansi Laki-Laki Baru (ALB), sebuah gerakan yang bertujuan untuk mempromosikan dan memperjuangkan nilai-nilai kesetaraan gender dan membangun paradigma baru tentang menjadi laki-laki.

Lewat berbagai berbagai kegiatan seperti advokasi, kampanye, produksi pengetahuan, serta pelatihan, ALB mendorong keterlibatan laki-laki dalam upaya penting ini.

Wawan Suwandi, Koordinator Nasional ALB, menekankan bahwa laki-laki tidak perlu merasa malu memiliki posisi setara dengan perempuan.

”Selain perempuan bukan ancaman, mereka merupakan mitra kerja yang dapat diandalkan. Menganggap perempuan tidak pantas bekerja di ranah publik, justru seperti menunjukan sikap inferior dan meragukan kualitas diri,” tambah Wawan.

Perjuangan mewujudkan kesetaraan gender di tempat kerja ini juga bisa dipupuk sejak dari rumah.

Membangun cara pandang dan sikap yang tidak diskriminatif gender dapat dimulai dari pola asuh dalam keluarga yang memperkenalkan nilai-nilai kesetaraan, penghargaan, dan keadilan.

Misalnya, ayah bisa menjadi role model bagi anak-anaknya dengan mempraktikkan berbagi beban domestik, terlibat dalam pengasuhan, tidak memprioritaskan anak laki-laki dan mengenyampingkan anak perempuan, dan membangun relasi sehat dalam keluarga.

Upaya memutus rantai diskriminasi berbasis gender di dunia kerja juga dapat dimulai dari dunia pendidikan yang memberikan insight bahwa perempuan dan laki-laki sama-sama dapat meraih apa yang mereka mimpikan.

Baca Juga: Artificial Intelligence (AI) dan Masa Depan Kesetaraan Gender

(*)

Penulis:
Editor: Rizka Rachmania

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.



REKOMENDASI HARI INI

3 Tips Manfaatkan Uang Pesangon PHK Jadi Modal untuk Wirausaha