2. Memimpikan Perlawanan Anarkisme Perempuan Demi Keadilan dalam Politik
Perayaan Hari Perempuan Internasional di Indonesia tahun ini sungguh memilukan. Di tengah maraknya upaya peningkatan keterlibatan perempuan dalam politik di kancah global, Indonesia malah terhempas kembali ke jurang kebodohan patriarki primitif.
Bermula dari kebodohan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tidak dapat menafsirkan apa artinya kuota afirmasi minimal 30% bagi representasi perempuan sebagai calon anggota legislatif (caleg) sesuai amanat Undang-Undang No.7/2017 Tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), baik di tingkat nasional maupun regional.
Dengan santainya, para komisioner KPU membuat peraturan absurd tentang pembulatan ke bawah yang mengakibatkan pencalonan anggota legislatif perempuan berkurang dari 30%.
Kepandiran KPU diperparah dengan memaknai representasi 30% dipandang dalam ruang lingkup secara keseluruhan, bukan per daerah pemilihan (dapil) sesuai yang diwajibkan undang-undang.
Aturan idiot itu tentu saja mendapat perlawanan.
Mahkamah Agung pada akhirnya mendesak agar KPU mengubah aturan bodoh tersebut (PKPU Nomor 10 Tahun 2023 -Red.) yang berpeluang menghambat keterwakilan perempuan di parlemen.
Namun hingga hari pencoblosan tiba, KPU tak kunjung meralat kepandirannya.
Baca Juga: Pemilu 2024 dan Penurunan Partisipasi Perempuan dalam Politik