Selain itu, pilihan gaya atau desain dari adaptive clothing cenderung masih sangat sedikit atau terbatas.
"Seringkali, kita mendesain pakaian tetapi tidak mendengarkan apa yang dikatakan (dibutuhkan) para penyandang disabilitas," ujar Andrea Saieh, seorang desainer.
Tak jarang ia juga katakan merek fesyen hanya mendesain pakaian dengan asumsi belaka, kurang mengikuti permintaan pasar.
"Dan hanya membuat asumsi tentang apa yang kita pikir mereka (penyandang difabel) inginkan,” lanjutnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Sawsan Zakaria, perempuan yang lahir dengan Spinal Muscular Atrophy dan pernah menjadi model.
“Mungkin banyak produsen pakaian yang menganggap penyandang disabilitas tidak peduli dengan penampilan. Seringkali, banyak pakaian adaptif, menurut saya sangat terlihat medis,” katanya.
Maka dengan begitu, penting bagi para pelaku usaha fashion untuk bisa menyajikan produk yang lebih inklusif, salah satunya seperti adaptive clothing dengan gaya yang lebih trendi.
Lewat pakaian adaptif ini, akan menumbuhkan simpati dan kesadaran akan kebutuhan serta kesesuaian yang lebih luas.
Bagi penyandang disabilitas, pilihan pakaian yang beragam menjadi sebuah sarana pula untuk menyesuaikan diri.
Kehadiran adaptive clothing yang mudah ditemui akan sangat membantu penyandang disabilits untuk merasa nyaman sekaligus percaya diri dengan pakaian yang penuh gaya.
Maka dari itu, adaptive clothing menjadi hal penting untuk dilakukan secara merata oleh para pelaku usaha fashion.
Tak hanya kehangatan psikologis, memahami kenyamanan fisik bagi penyandang disabilitas akan menjadi sebuah terobosan pengekspresian diri yang lebih inklusif.
(*)
Josephine Christina Arella/PARAPUAN