Perempuan yang mendapatkan dana hibah L’Oréal-UNESCO For Women in Science 2023 menilai bahwa jika sedang melakukan aktivitas di lab sangat erat dengan penggunaan bahan-bahan kimia yang mungkin saja berbahaya.
“Kita di lab kan erat menggunakan pelarut organik, bahkan senyawa yang kita teliti mungkin saja berbahaya, karena tidak hanya senyawa bioaktif tapi juga ada senyawa kontaminan, seperti toksin,” cerita Dr. Widi.
Maka memang bagi peneliti perempuan, khususnya di bidang analisa pangan yang Dr. Widi geluti, penting untuk mengetahui prosedur bekerja yang baik dan aman.
Begitu juga perlindungan diri yang lengkap harus ada di lab, seperti sarung tangan dan kacamata lab.
“Tetapi saat ini, sudah sejak beberapa dekade, ada penerapan green chemistry, atau prinsip kimia hijau. Dengan penerapan prinsip ini resiko tersebut dapat dikurangi dengan penggunaan bahan kimia yang less toxic, lebih ramah lingkungan atau bahkan tidak pakai sama sekali,” jelasnya.
Ditambahkan oleh Dr. Widi, kini juga ada pengembangan metode analisis baru yang tanpa bahan kimia, yang dinilai akan lebih aman bagi perempuan peneliti, terutama bagi ibu hamil.
Di sisi lain, peneliti perempuan juga masih kesulitan untuk menyeimbangkan kehidupan pekerjaan dan pribadinya.
“Saya sendiri sebenarnya lebih percaya work and life enggak bisa balance. Karena sebagai seorang ibu seringnya dituntut lebih banyak waktu untuk mengurus life daripada work, untuk membersamai keluarga terutama anak” ujarnya.
Dalam pekerjaan, menurut Dr. Widi, para perempuan peneliti bisa saja digantikan oleh sumber daya manusia yang lain.
Baca Juga: Mainkan Banyak Peran, Ini Work Life Balance ala Amaryllis Esti Wijono