Parapuan.co - Siapa sangka anak perempuan mengalami penurunan tingkat kepercayaan diri seiring bertambahnya usia.
Hal itu tercatat dalam studi yang dilakukan oleh Play Well sebagaimana dalam pers rilis yang diterima PARAPUAN dari The LEGO Group.
Studi Play Well 2024 ini dilakukan secara global terhadap orang tua dan anak-anak dari 36 negara, salah satunya Indonesia.
Di Indonesia, studi dilakukan pada 1.000 orang tua dan 643 anak-anak berusia 5-12 tahun.
Secara global, data menunjukkan tiga perempat dari anak perempuan berusia lima tahun (76 persen) merasa percaya diri dalam kreativitas mereka.
Namun, kepercayaan diri itu menurun seiring bertambahnya usia, dan dua per tiga dari anak perempuan sering merasa khawatir untuk berbagi ide mereka.
Di Indonesia, hampir dua pertiga anak perempuan berusia 5-12 tahun yang disurvei mengatakan bahwa penurunan kepercayaan diri dipengaruhi oleh bahasa/ucapan yang mereka dengar.
Apa yang mereka dengar membuat anak-anak perempuan ini merasa tidak boleh bereksperimen dan melakukan kesalahan (71 persen).
Mereka juga percaya, mereka tidak akan terlalu takut mencoba hal baru jika kesalahan dipuji sebagai kesempatan untuk belajar (94 persen).
Baca Juga: 4 Tips Melatih Kemandirian Anak Sejak Dini, Salah Satunya Beri Pujian
Oleh sebab itu untuk mendukung anak perempuan agar kepercayaan dirinya meningkat dan menjadi lebih kreatif, The LEGO Group meluncurkan kampanye "Play Unstoppable".
Kampanye ini bertujuan untuk mendorong anak perempuan agar bereksperimen dan mengekspresikan diri secara kreatif.
Dampak Kesempurnaan dan Bahasa Terhadap Kepercayaan Diri Anak Perempuan
Didefinisikan sebagai keberanian untuk mencoba dan menerima kegagalan saat mengembangkan ide-ide baru, kepercayaan diri kreatif dapat memengaruhi anak-anak hingga dewasa.
Namun, studi Play Well 2024 mengungkapkan bahwa, anak perempuan berusia 5 tahun pun sudah mengalami penurunan kepercayaan diri.
Hal ini disebabkan karena mereka menerima tekanan sosial untuk mencapai kesempurnaan dan pengaruh bahasa atau ucapan sehari-hari yang didengarnya.
Mereka yang merasa lebih percaya ketika dipuji walau melakukan kesalahan, akan terdorong untuk mengembangkan imajinasi dan keberanian.
Membangun Kepercayaan Diri Kreatif melalui Bahasa Sehari-hari
Lantas, bagaimana membantu keluarga dalam menumbuhkan kepercayaan diri kreatif melalui kekuatan bermain dan bahasa sehari-hari?
Baca Juga: Anak Perempuan Dituntut Sempurna Bahkan saat Bermain, Begini Mendorong Kreativitasnya
Peneliti parenting dari Harvard dan penulis buku Jennifer B. Wallace bekerja sama dengan The LEGO Group meluncurkan buku panduan berjudul "10 Steps to Fostering Creative Confidence".
Dalam panduan ini, Jennifer memberikan tips tentang cara menumbuhkan kepercayaan diri kreatif, seperti menjadi lebih sadar akan stereotip gender saat berbicara tentang ide-ide kreatif.
Misalnya, menggunakan kata-kata seperti "jenius", "pintar", dan "berani" untuk mendeskripsikan pekerjaan anak laki-laki, atau "lucu", dan "cantik" untuk mendeskripsikan pekerjaan anak perempuan.
Sebagai gantinya, Jennifer menyarankan untuk menggunakan campuran kata-kata tersebut tanpa memandang gender anak.
Di sisi lain, LEGO yang lekat dengan stereotip permainan untuk anak laki-laki pun telah hadir dengan berbagai opsi buat anak perempuan.
Harapannya melalui proses membangun dan merakit kembali LEGO, maka anak perempuan mendapatkan kembali kepercayaan diri, keberanian, dan kreativitas mereka meningkat.
"Ini adalah kunci. Karena ketika anak perempuan memiliki ruang dan kebebasan untuk mengekspresikan diri secara penuh, mereka menjadi tak terhentikan," kata Alero Akuya, VP Brand Global di The LEGO Group.
"Mereka menjadi penemu yang gemar bermain, ilmuwan yang penuh dengan rasa ingin tahu, pemimpi dan petualang yang berani - dan itulah yang kita rayakan dengan gerakan Play Unstoppable," tutupnya.
Dari studi dan keterangan di atas, bisa disimpulkan bahwa permainan bagi anak adalah seperti pekerjaan bagi orang dewasa.
Jika dalam bekerja ada kesetaraan gender dan inklusivitas, mestinya dalam bermain tidak ada mainan untuk anak laki-laki atau perempuan.
Bermain adalah bermain, dan bisa untuk siapa saja. Bagaimana menurut Kawan Puan?
Baca Juga: Sama-sama Dikaitkan dengan Keadilan, Ini Perbedaan Inklusivitas dan Kesetaraan
(*)