Bisakah Work-Life Balance Dicapai sebagai Scientist Mom? Ini Kata Dr. Widiastuti Setyaningsih

Citra Narada Putri - Sabtu, 30 Maret 2024
Dr. Widiastuti Setyaningsih, peneliti dan dosen UGM beberkan pandangannya soal work-life balance sebagai scientist mom.
Dr. Widiastuti Setyaningsih, peneliti dan dosen UGM beberkan pandangannya soal work-life balance sebagai scientist mom. (Dok. Fausta Bayu/L'Oreal Indonesia)

Parapuan.co - Menyeimbangkan kehidupan keluarga dengan pekerjaan adalah tugas yang tak akan pernah ada habisnya, terutama bagi ibu bekerja.

Norma tradisional dari masyarakat sering kali mengharapkan perempuan untuk menjadi pengasuh utama dalam rumah tangga, sehingga hal ini dapat menimbulkan tekanan bagi ibu bekerja.

Tuntutan untuk menjadi sosok yang bertanggung jawab atas tugas pengasuhan anak dan urusan domestik rumah tangga, membuat para ibu bekerja memiliki waktu dan energi yang terbatas untuk fokus pada pekerjaan. 

Padahal, ibu bekerja memainkan peran penting dalam perekonomian, karena bisa memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan dan stabilitas perekonomian.

Lantas, apakah mungkin bagi ibu bekerja untuk bisa mendapatkan keseimbangan kehidupan keluarga dan pekerjaan?

Diceritakan oleh Dr. Widiastuti Setyaningsih S.T.P., M.Sc, peneliti, food analytical chemist dan dosen Universitas Gadjah Mada, work-life balance adalah hal yang sulit didapat.

Berjalan Baik Bukan Berarti Seimbang

"Pekerjaan apapun, termasuk sebagai peneliti, saya sendiri sebenarnya lebih percaya bahwa work and life itu enggak bisa balance," ujar perempuan yang akrab dipanggil Dr. Widi saat diwawancarai oleh PARAPUAN (15/3/2024).

Bukannya tanpa alasan ia mengatakan demikian, sebagai seorang ibu menurutnya perempuan dituntut lebih banyak mengurus urusan domestik.

Baca Juga: Apakah Bidang Analisa Pangan Ramah Perempuan? Ini Kata Dr. Widiastuti Setyaningsih

"Karena sebagai seorang ibu dituntut lebih banyak waktu mengurus life daripada work, untuk keluarga terutama membersamai anak," ujarnya yang memiliki satu orang anak. 

Lebih lanjut, Dr. Widi yang menjadi salah satu pemenang program L’Oreal-UNESCO For Women in Science 2023 menilai bahwa dalam pekerjaan kita mudah digantikan oleh sumber daya manusia lain. 

"Tapi kalau kehadiran kita itu tidak bisa tergantikan saat kita membersamai anak. Tapi aktualnya, yang terjadi, tuntutan kerjaan itu lebih banyak anak semakin banyak dengan meningkatnya karier seseorang," papar Dr. Widi yang menyebut dirinya scientist mom.

Agar dua kehidupan keluarga dan pekerjaan bisa berjalan baik - belum tentu seimbang - perlu ada kompromi dan strategi.

Terlebih lagi, Dr. Widi bukan hanya disibukkan dengan perannya sebagai ibu dan pekerjaannya sebagai peneliti, namun ia juga harus mengabdi sebagai dosen.

"Jadi dosen kita pun harus membagi waktu yang untuk work tadi, tidak hanya untuk meneliti, karena ada hal lain seperti pendidikan dan pengajaran serta pengabdian kepada masyarakat. jadi masih perlu lebih lagi pertimbangan untuk membagi waktu work, lebih challenging lagi," jelasnya.

Membagi waktu inilah yang menjadi tantangan terbesar bagi Dr. Widi dalam menjalani kehidupan pribadi dan pekerjaannya. 

"Karena kan kita enggak bisa membelah diri. Jadi strateginya adalah dengan meminta bantuan untuk pekerjaan yang bisa didelegasikan atau memiliki tim yang kompak, yang bisa diandalkan untuk back up pekerjaan," ujarnya.

Waktu untuk Keluarga

Baca Juga: Ini Perjalanan Dr. Widiastuti Setyaningsih Meneliti Bunga Pisang untuk Jaga Kesehatan Mental

Di tengah berbagai kesibukan pekerjaannya, Dr. Widi tetap berupaya untuk bisa memiliki waktu yang berkualitas dengan keluarga, terutama anaknya.

Misal saja, setelah bekerja dan menjemput anaknya di sekolah pada sore hari, maka ia akan berusaha untuk tidak lagi diganggu dengan urusan pekerjaan. 

Work-life balance ala perempuan peneliti dan dosen UGM, Dr. Widiastuti Setyaningsih.
Work-life balance ala perempuan peneliti dan dosen UGM, Dr. Widiastuti Setyaningsih. (Instagram @widi.sety)

"Kalau sudah sama anak, game over urusan kerjaan. Dia enggak suka lihat mamanya buka laptop, sehingga malam mengurus anak dan menemaninya sampai tidur," ceritanya. 

Anaknya yang kini berusia 3 tahun diakui Dr. Widi kerap protes jika dirinya tenggelam dalam kesibukan pekerjaan. "Dia suka bilang mama kerja terus. Karena dia protes kalau saya buka laptop atau handphone, jadi saya harus membagi waktu saya agar enggak terlalu banyak diprotes anak dan tetap juga bisa menyelesaikan tugas-tugas," ujar Dr. Widi.

Misalnya saat anak tidur, ia akan bangun di malam hari untuk melanjutkan pekerjaannya. 

Di saat yang bersamaan, Dr. Widi juga mengaku belum bisa punya waktu terlalu banyak untuk memiliki me time, mengingat berbagai kesibukan pekerjaan dan anaknya yang masih berusia 3 tahun. 

"Sekarang dijalani aja dulu, mungkin nanti ada masanya yang saya me time benar-benar sendiri dan puas. Tapi saat ini mungkin me time-nya masih bareng sama anak," keluhnya.

Hidup Bersinergi dengan Dukungan Support System 

Baca Juga: Gapai Mimpi Jadi Trail Runner, Ini Support System Terbesar bagi Septiana Nia Swastika

Kendati menyeimbangkan kehidupan pekerjaan dan keluarga sulit digapai, namun Dr. Widi mengaku bersyukur bisa menjalaninya dengan dukungan dari support system yang tepat.

"Alhamdullilah sudah ada support system, sehingga saya sudah punya basis ritme work-life yang cocok dengan kondisi saya sebagai dosen, peneliti dan ibu dengan satu orang anak," ujarnya bangga.

Menurutnya, ada banyak support system yang turut membantunya menjalani kehidupan pekerjaan dan keluarganya dengan baik.

"Support system tersebut adalah partner saya dalam urusan keluarga itu suami, urusan riset didukung oleh para asisten," paparnya.

Di sisi lain, bekerja dalam bidang yang sama dengan sang suami, juga turut membantu Dr. Widi menjalani kehidupan pekerjaan dan keluarga dengan baik.  

"Suami juga food analytical chemist, jadi dia tahu saya ngapain saja. Jadi saya enggak perlu upaya yang besar menjelaskan kebutuhan saya dan dapat juga berbagi tugas mengurus anak atau urusan domestik di rumah," ujarnya bersyukur memiliki pasangan yang dapat memahami kebutuhannya. 

Dr. Widi percaya, kendati menyeimbangkan kehidupan keluarga dan pekerjaan sulit dicapai, bisa membagi tugas dengan baik bersama pasangan dan support system lainnya, justru akan memberikan hasil yang lebih bersinergi.

(*)

Baca Juga: Apakah Bidang Analisa Pangan Ramah Perempuan? Ini Kata Dr. Widiastuti Setyaningsih



REKOMENDASI HARI INI

Prediksi Karakteristik Generasi Beta yang Dimulai Tahun 2025