Baca Juga: Peran Petani Perempuan Kelapa Sawit dalam Pembangunan Ekonomi Desa
Tuntutan fisik untuk melakukan pekerjaan kasar selama 24/7, ditambah kondisi alam yang terus berubah, membuatnya sangat skeptis terhadap kemampuannya sendiri hingga hampir menyerah.
"Dulu pas waktu belajar bertani aku pernah hampir menyerah, dulu memandang petani itu kan sulit, terus ngangkat berat-berat, dan kerjaannya kotor-kotoran, apa aku bisa seperti mereka," ungkapnya.
Ladang tempat Novi bercocok tanam sempat terkena longsor akibat hujan deras tiga hari berturut-turut, plastik untuk bertanam pun terbang terbawa angin.
Padahal, harga plastik yang digunakan untuk tanaman itu tak murah. Novi hanya bisa duduk terpaku dan menangis.
Namun ia melawan hambatan mental yang ada di dalam dirinya, terus berdedikasi untuk bertani. Novi pun tak luput mendokumentasikan semua naik turun perjalanannya di kanal YouTube-nya yang bernama Novi Happy Farmer.
Keaslian kisah dan sikap positifnya memenangkan hati banyak pemirsa. Novi berhasil memperoleh 1,09 juta subscribers YouTube dengan total lebih dari 471.556.121 views di kanalnya dalam waktu empat tahun.
“Aku dulunya pemalu di depan kamera dan tidak tahu bagaimana harus bertindak di depan kamera," kenangnya.
"Tapi aku terus melakukannya berulang kali, hingga membuatku merasa lebih nyaman sekarang," tambahnya.
Jadi petani di desa, Novi mengungkap bahwa ia bangga dengan dirinya yang sekarang. Ia bisa mendapatkan penghasilan sekaligus melakukan hal-hal yang ia suka.
Novi pun senang bisa menunjukkan pada generasi muda untuk tidak malu menjadi seorang petani di desa karena ternyata itu menghasilkan.
Ia menegaskan bahwa perempuan itu jangan takut keluar dari zona nyaman karena siapa tahu saat keluar dari zona tersebut, kesuksesan menghampiri.
"Dan sebagai seorang perempuan, kita tidak boleh takut untuk keluar dari zona nyaman. Karena jika kita terus hidup dalam ketakutan, kita tidak akan pernah menemukan arah jalan kesuksesan,” pungkasnya.
Baca Juga: 5 Kreator YouTube dalam Serial Seribu Kartini yang Berani Dobrak Narasi Negatif dan Tekanan Sosial
(*)