Parapuan.co - Kanker merupakan penyakit yang terjadi akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker.
Kanker bisa menyerang siapa pun tanpa mengenal gender dan usia dengan jenisnya yang beragam.
Berdasarkan data dari Kemenkes RI pada tahun 2022, angka kejadian penyakit kanker di Indonesia sebesar 136 orang per 100.000 penduduk dan menempati urutan ke-8 di Asia Tenggara.
Pada tahun yang sama, Global Cancer Observatory dari WHO menyatakan bahwa terdapat 408.661 kasus kanker baru dan 242.988 kematian di Indonesia.
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia terus melakukan upaya pencegahan untuk mengurangi jumlah masyarakat penderita kanker di tanah air.
Namun saat ini masih banyak masyarakat yang belum mendeteksi sejak dini sehingga ketika diperiksakan sudah mengalami kanker stadium lanjut.
Oleh karenanya penting dilakukan pencegahan secara primer dan sekunder.
Pencegahan primer yang terpenting yaitu melalui kegiatan sosialisasi edukasi, adapun pencegahan sekunder melalui pemeriksaan deteksi secara mandiri melalui individual ataupun klinis seperti USG dan Mammografi.
Mengingat akan pentingnya pencegahan primer kanker melalui edukasi, Indonesian Cancer Information and Support Center Association (CISC) sebuah organisasi sosial nirlaba turut serta secara aktif dan kreatif dalam penanggulangan kanker.
Baca Juga: Hari Kanker Sedunia, Caregiver Pasien Kanker Perlu Perhatikan Kesehatan Mental Diri Sendiri
CISC sendiri beranggotakan penyintas dari berbagai jenis kanker dan relawan.
Uniknya CISC dianggap sebagai rumah kedua dari para anggotanya, karena kuatnya rasa kekeluargaan dan rasa memiliki.
Dalam rangka perayaan 21 tahun berdiri, CISC mengadakan kegiatan edukasi pada Pertemuan Tahunan Para Penyintas Kanker dengan mengambil tema “Sayangi Diri, Sesama dan Lingkungan Sekitar”
Bertempat di Auditorium Lantai 2 Perpustakaan Nasional RI, Sabtu (4/5/2024) CISC menyelenggarakan talkshow secara hybrid yang terbuka untuk umum dan menghadirkan pembicara utama Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin.
Dengan adanya kegiatan tersebut diharapkan mampu mendorong masyarakat untuk menjaga lingkungan hidup terutama menekan polusi udara.
Hal ini sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mencegah kanker dengan melakukan pola hidup bersih dan sehat.
Dalam acara yang sama, ada peserta workshop pun bertanya mengenai apa yang harus dilakukan oleh anak perempuan dari penyintas kanker payudara? Pasalnya, genetika atau keturunan menjadi salah satu faktor risiko kanker payudara.
Dr. dr. Jeffry Beta Tenggara, SpPD-KHOM., dokter medical onkologi pun menjelaskan mengenai hal tersebut.
Baca Juga: 5 Penyakit yang Ramai Diperbincangkan Sepanjang 2023, Ada Kanker Serviks
Menurut penjelasan dr. Jeffry, pengobatan kanker saat ini semakin holistik. Tak semua orang dengan kanker harus melakukan kemoterapi.
Tes kanker yang dilakukan saat ini sudah dengan tes genetik, untuk mengetahui kelompok mana yang butuh mendapatkan kemoterapi atau bahkan tidak boleh dikemoterapi.
Meski begitu, tes genetik tidak harus dilakukan pada keturunan atau pada anak.
"Kalau misalnya anaknya dapat mutasi gen kankernya, terus gimana?" tanya dr. Jeffry.
"Jangan kita terpancing dengan tes genetik atau tes DNA hanya karena terlihat keren. Yang ada nanti malah anaknya jadi stres padahal belum tentu penyakit itu berkembang," tambahnya.
Persiapan mental menjadi hal paling penting sebelum kita melakukan sesuatu.
Dra. Yohana Domikus., M.Si., Psikolog menjelaskan, hal ini tergantung pada seberapa siap kita menghadapinya.
"Seberapa sih kita harus mempersiapkan diri terhadap sesuatu yang belum pasti?" ujar Yohana.
Kecuali jika orang tua memang sudah sangat yakin bahwa hal ini akan menjadi masalah di masa depan, Kawan Puan mungkin bisa melakukan pencegahan.
Namun, jika tidak, hal ini justru akan menimbulkan masalah lanjutan terutama pada kestabillan mental baik pada anak maupun orang tua.
Baca Juga: Bahaya Kanker Payudara, Ketahui Berbagai Jenis Pengobatannya
(*)