Parapuan.co - Saat melamar lowongan kerja, ternyata ada satu pertimbangan penting pencari pekerjaan yang menentukan apakah akan melanjutkan proses rekrutmen atau tidak.
Sering kali saat memasuki tahap wawancara, pencari kerja dapat menanyakan lebih lanjut tentang gaji dan fasilitas lain di perusahaan, seperti ketersediaan cuti.
Terutama cuti melahirkan, yang tentu banyak jadi pertimbangan kandidat perempuan saat mencari lowongan kerja.
Rupanya menurut survei Populix dalam pers rilis yang diterima PARAPUAN, mayoritas pekerja menyinggung tentang ketersediaan cuti hamil/melahirkan.
Sebanyak 91 persen pekerja mengatakan jika cuti hamil/melahirkan yang memadai memengaruhi keputusan mereka dalam memilih tempat kerja.
Tak hanya pada pekerja perempuan, pertimbangan terkait ketersediaan cuti hamil/melahirkan juga diperhatikan oleh laki-laki.
Hasil tersebut diperoleh dari survei Populix yang dilakukan terhadap 683 pekerja.
Di mana, hanya 9 persen pekerja yang tidak menjadikan ketersediaan waktu cuti yang memadai menjadi pertimbangan mereka saat memilih tempat kerja.
Survei yang mencakup pekerja di Jawa, Sumatera, dan sejumlah pulau lainnya ini juga menemukan bahwa, belum semua perusahaan menerapkan cuti ibu melahirkan sesuai peraturan.
Baca Juga: 8 Tips Persiapan Wanita Karir Kembali Bekerja setelah Cuti Melahirkan
Menurut Undang-Undang Cipta Kerja, Pasal 82 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2013, total cuti melahirkan yang wajib diberikan kepada pekerja adalah 3 bulan.
Namun, dalam survei terungkap bahwa banyak pekerja perempuan yang tidak mendapatkan cuti selama 3 bulan saat melahirkan.
Terdapat 26 persen pekerja yang menyebut bila cuti melahirkan bagi ibu di tempat kerjanya hanya 1 bulan, sedang 16 persen menyebut 2 bulan.
Pekerja yang telah mendapatkan cuti melahirkan sesuai ketentuan undang-undang, yaitu 56 persen.
Kemudian sisa 2 persen pekerja bahkan mendapatkan cuti hamil/melahirkan selama lebih dari 3 bulan.
Padahal umumnya, pekerja menilai jika cuti yang memadai penting bagi kesejahteraan ibu dan bayi (94 persen).
Head of Social Research Populix, Vivi S. Zabkie mengatakan, nyaris tak ada responden yang menilai jika cuti yang memadai tak penting bagi kesejahteraan perempuan/ibu dan bayinya.
Namun, cuti melahirkan dinilai dapat memengaruhi performa karyawan perempuan (49 persen).
Penilaian atas berkurangnya performa ini umumnya datang dari karyawan laki-laki.
Baca Juga: Ini Alasan Pengusaha Sarankan Kebijakan Cuti Melahirkan 6 Bulan Perlu Dikaji
Cuti Ayah Belum Memadai
Lebih lanjut, survei Populix ini juga menguji pendapat pekerja tentang cuti ayah, yang diketahui hanya mendapat cuti berkisar antara 2-5 hari kerja saja.
"Hal ini kemungkinan karena merujuk pada UU Ketenagakerjaan Pasal 93 ayat (4) huruf E, yang menyebut cuti istri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk selama 2 (dua) hari," ujar Vivi.
Cuti melahirkan untuk ayah bahkan tak dapat dinikmati oleh semua karyawan.
Terdapat 45 persen pekerja mengatakan, tidak ada jatah cuti ayah di tempatnya bekerja.
Lalu hanya 4 persen perusahaan yang memberikan cuti melahirkan untuk ayah lebih dari 1 bulan.
Aturan cuti melahirkan yang saat ini diatur dalam UU Cipta Kerja dan UU Ketenagakerjaan kepada pekerja laki-laki dan perempuan menurut survei Populix belum cukup buat para ayah.
Sekitar 49 persen responden mengatakan cuti ayah kurang, sedangkan 74 persen menilai cuti ibu sebanyak 3 bulan sudah cukup.
Kemudian, ada 15 persen yang menilai jumlah cuti ayah dan ibu saat ini masih sama-sama kurang.
Vivi Zabkie menguraikan, para pekerja dalam survei paling banyak mengusulkan cuti ayah setidaknya 1 bulan (39 persen responden).
"Dan umumnya responden setuju bila ayah atau ibu, keduanya sama-sama memiliki hak untuk cuti melahirkan karena keduanya memiliki peranan yang sama pentingnya dalam perawatan anak serta mendukung kesejahteraan ibu dan bayi," tutup Vivi.
Kalau menurut Kawan Puan, berapa lama waktu cuti hamil/melahirkan untuk perempuan (ibu) atau laki-laki (ayah) yang memadai?
Baca Juga: Masih Terima Gaji, Ini Dilema Ibu Bekerja Soal Aturan Cuti 6 Bulan di RUU KIA
(*)