3. Main Membantu Anak Memahami Dunianya
Anak terlahir tanpa tahu mana yang benar dan salah, serta belum paham mengenai sebab akibat.
Hal-hal tersebut bisa dipelajari dengan bermain, di mana anak akan secara perlahan memahami dunia dan belajar keterampilan baru.
Dari suatu permainan, mereka bisa mengomunikasikan apa yang dibutuhkan, bahkan mengungkapkan ketakutannya.
Misalnya dengan bermain peran, seperti menggunakan karakter putri, boneka, dll seperti dicontohkan di atas.
4. Bermain Penting untuk Perkembangan Anak
Bermain sangat penting untuk perkembangan kognitif dan fisik seorang anak karena merangsang pertumbuhan otak dan memberikan latihan.
Paparan berulang terhadap bahasa, konsep, dan ide dalam bermain dapat meningkatkan ingatan, keterampilan pemecahan masalah, dan keterampilan berpikir kritis anak.
Bermain memiliki peran penting dalam membekali anak-anak untuk memecahkan masalah, mengkomunikasikan kebutuhan mereka, dan berpikir kritis.
Baca Juga: Dukung Tumbuh Kembang, Ini 6 Tahap Bermain pada Anak Menurut Pakar
Semakin banyak anak terpapar pada cara baru berkomunikasi, memecahkan masalah, dan berpikir kritis, semakin kecil kemungkinan mereka mengalami tantrum atau ledakan emosi.
Menggunakan Humor untuk Meredakan Ledakan Emosi
Tertawa melepaskan hormon-hormon yang membuat tubuh merasa baik, tak terkecuali pada anak balita.
Ini menjelaskan mengapa humor memiliki kekuatan untuk meredakan situasi tegang dan mengubah suasana hati.
Humor, kekonyolan, dan tawa dapat memberikan anak-anak dan orang dewasa saluran yang aman dan sehat untuk emosi yang tertahan.
Tertawa bersama mampu menguatkan ikatan antara orang tua dan anak, serta menyatukan ketidakselarasan emosi.
Ingatlah, penting untuk menggunakan humor dengan sensitivitas sesuai dengan usia anak.
Yang terpenting adalah meringankan suasana hati dan memberikan kenyamanan, bukan untuk menyalahkan atau mengabaikan emosi anak.
Itulah tadi pentingnya menggunakan bermain atau permainan untuk merespons tantrum, bahkan mencegahnya. Semoga bermanfaat!
Baca Juga: Lebih Parah dari Tantrum, Apa Itu Sensory Meltdown pada Anak?
(*)