Parapuan.co - Persoalan krisis air menjadi salah satu hal yang tak terhindarkan.
Kondisi ini bukan hanya dipicu peningkatkan populasi yang tidak diimbangi dengan ketersediaan air bersih saja, melainkan meliputi hal-hal yang lebih kompleks.
Misalnya iklim, pola penggunaan air, sampai proses penyaluran air yang kurang optimal.
Kawan Puan, Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi salah satu wilayah yang penyaluran airnya kurang optimal.
Dari situ, komunitas di NTT aktif dan berpartisipasi dalam proyek pompa air bertenaga surya.
Inovasi ini memadukan antara teknologi dengan pengetahuan lokal para warga.
Bukan itu saja, proyek pompa air bertenaga surya di NTT ini juga melibatkan perempuan.
Perempuan secara aktif terlibat dalam proyek pompa air bertenaga surya untuk memastikan generasi mendatang memiliki akses terhadap air.
Di sisi lain, perempuan juga memiliki peran penting dalam pengelolaan sistem air dengan menekankan inklusivitas pengelolaan air.
Lihat postingan ini di Instagram
Baca Juga: Mengenal Skema Water Credit, Program untuk Pengadaan Air Bersih
Krisis Air Besih Jadi Beban Tersendiri Perempuan
Mengutip dari laman Kompas.id, krisis air bersih menjadi beban tersendiri bagi perempuan yang seringkali tidak diketahui masyarakat.
Dari sisi perempuan, krisis air bersih menjadi persoalan dalam pemenuhan dan penggunaan air dalam rumah tangga.
Apalagi kebutuhan pekerjaan domestik seperti memasak, mandi, hingga mencuci menuntut perempuan untuk mencari sumber air bersih bagi keluarga.
Mereka harus membawa ember untuk membawa air bersih ke tempat tinggalnya.
Belum lagi jika jarak yang ditempuh cukup jauh dan memakan waktu.
Berkaca dari hal tersebut, perempuan menjadi kunci pemenuhan air bersih dalam rumah tangga.
Peran Perempuan yang Masih Melekat dengan Pekerjaan Domestik
Baca Juga: Pentingnya Menjaga Kebersihan di Lokasi Bencana, Salah Satunya dengan Membangun Fasilitas MCK
Peran perempuan dalam kebutuhan air bersih diperkuat dengan data dari UNICEF tahun 2015 yang dikutip dari laman RRI.
Dari data tersebut diambil kesimpulan bahwa pemenuhan kebutuhan air di 8 dari 10 rumah diserahkan para perempuan dan anak perempuan.
Menurut Harvina Zuhra, Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Dinas Kominfo Sumatera Utara hal ini dipicu karena masih banyak masyarakat yang menempatkan perempuan sebagai lakon utama pekerjaan domestik.
Artinya, segala sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaan domestik termasuk pemenuhan air bersih menjadi tanggung jawab perempuan.
"Sementara hanya 19,5 persen rumah tangga yang kebutuhan airnya dikumpulkan oleh laki-laki," ucap Harviana.
"Kondisi ini terbangun dari ketimpangan gender di mana budaya masyarakat yang selalu menempatkan perempuan lekat dengan urusan domestik, sehingga segala sesuatu yang berurusan dengan rumah tangga termasuk penyediaan air otomatis menjadi tanggung jawab perempuan," jelasnya.
Berdasarkan pernyataan tersebut dan dilihat dari pandangan kesetaraan gender, penugasan perempuan untuk mengumpulkan air bersih demi kebutuhan rumah tangga adalah sebuah ketimpangan gender dalam keluarga.
Hal ini bisa saja karena masih kuatnya budaya atau adat istiadat tertentu.
Baca Juga: Pentingnya Ketersediaan Air Bersih untuk Kelangsungan Hidup Masyarakat
(*)